"Penurunan ini terjadi karena yang diterima petani (it) mengalami penurunan sebesar 0,78 persen, lebih tinggi dari penurunan yang dibayar petani (ib) yang tercatat sebesar 0,02 persen," kata Kepala BPS Provinsi Maluku, Dumangar Hutauruk, di Ambon, Senin (3/9).
Dia mengatakan, sub sektor yang mengalami penurunan NTP yakni tanaman perkebunan rakyat (2,92 persen), tanaman pangan (1,33 persen) dan perikanan (0,46 persen).
Beberapa komoditas pertanian yang mengalami penurunan harga/penyumbang penurunan (it) yakni sub sektor tanaman pangan, yakni gabah, ketela pohon, ubi jalar, kacang hijau.
Tanaman hortikultura yakni tomat pepaya bawang merah, kangkung, buncis, labu siam, untuk tanaman perkebunan rakyat yakni cengkih, kakau, kelapa, pala biji dan kopi, untuk Perikanan yakni ikan layang, ikan cakalang, ikan kembung, ikan tongkol, ikan kerapu, ikan julung-juklung, ikan gulamah, ikan lencam, dan ikan biji nangka.
Dumangar mengatakan, Provinsi Maluku mengalami deflasi perdesaan pada Agustus 2018 dengan nilai sebesar 0,01 persen, rangking ke tujuh dari 33 provinsi.
"Penyebab utama adalah turunnya IKRT kelompok bahan makanan (0,21 persen)," ujarnya.
10 komoditas yang mengalami penurunan harga memberikan andil terbesar terhadap deflasi perdesaan Maluku pada Agustus 2018 yakni ikan layang, ikan kembung, bawang merah, ikan selar, ikan kakap merah, cabai rawit, tomat sayur bayam, bawang putih dan ikan baronang.
NTP Maluku: 123,50 turun 0,79 persen, NTP Tanaman hortikultura masih diposisi tertinggi pada Agustus 2018 dengan nilai 136,78.
NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar dari harga produk pertanian dengan harga barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk harga produksi.
"Semakin tinggi NTP, maka relatif semakin kuat pada tingkat kemampuan atau daya beli/daya tukar petani," kata Dumangar. (MP-2)