"Kampanye internasional 16 HAKTP merupakan komitmen dunia untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia yang setiap tahunnya digelar secara nasional, regional dan lokal," kata Direktur Yayasan Gasira Maluku Lies Marantika di Ambon, Jumat (25/11).
Ia mengatakan kampanye 16 HAKTP dimulai sejak 25 November dan akan berakhir pada 10 Desember 2017, bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional.
Selama 16 Hari kampanye akan digelar sedikitnya 10 kegiatan, seperti dialog urgensi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan Keadilan bagi Korban, Refleksi bersama Perempuan Penyintas Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), Pers dan Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Maluku, dan Perempuan "Bacarita" tentang Sistem Peradilan Terpadu.
Selain itu, juga akan digelar dialog Meretas Jalan Perkuatan Sosio-Ekonomi Penyintas bersama anggota DPRD dan Dinas Sosial setempat, dan diskusi terbatas mengenai Peluang Riset dan Kajian Isu HAM Perempuan bersama Pusat Studi Wanita dan Pusat Studi Perdesaan dari Universitas Pattimura, Universitas Kristen Indonesia Maluku, Institut Agama Islam Negeri Ambon, dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Ambon.
"Ditetapkannya rentang waktu 16 hari untuk menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, menekankan bahwa itu adalah pelanggaran HAM," katanya.
Lebih lanjut Lies mengatakan, data dari Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease menunjukan fakta bahwa kekerasan terhadap perempuan selama tiga tahun terakhir di Maluku, tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Pada 2014 sedikitnya ada 113 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan angka tertinggi berada pada kasus KDRT, jumlah tersebut hanya berkurang sekitar tiga kasus pada 2015, yakni 110 kasus.
Data terakhir kepolisian, pada Januari - Oktober 2016 sedikitnya sudah terdapat 71 kasus dan angka tertinggi masih berada pada masalah KDRT.
Berdasarkan fakta tersebut, kampanye 16 HAKTP akan menggalang dukungan masyarakat dan pemangku kebijakan untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan berupaya membangun kesadaran masyarakat terkait kekerasan terhadap perempuan dalam konteks kemiskinan, pemenuhan hak korban dan pembela hak asasi perempuan.
"Tantangan korban kekerasan mengakses keadilan dan pemulihan bermakna luas, ketergantungan korban secara ekonomi pada pelaku, pernyataan anak ketika proses peradilan mempengaruhi putusan hakim lebih ringan, juga terbatasnya kapasitas sumber daya lembaga layanan dan institusi pemerintah yang berwenang dalam penanganan kasus," katanya.
Ia berharap, kampanye 16 HAKTP dapat mendorong terpenuhinya tanggung jawab Negara secara konkrit melalui regulasi, kebijakan program dan anggaran yang tanggap gender dan berpihak pada orang miskin.
Selain itu juga, adanya peningkatan kerja sinergis lembaga penegak hukum untuk implementasi sistem peradilan pidana terpadu (SPPT) dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Kami berharap ini dapat mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, selain itu terbangunnya kolaborasi institusional dengan pihak perguruan tinggi untuk riset dan kajian bersama terkait masalah-masalah perempuan," ucapnya.
Program MAMPU merupakan bentuk kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Australia yang pelaksanaannya ditangani oleh organisasi masyarakat sipil di Indonesia.
Fokus kerja program tersebut adalah mendorong insiatif masyarakat menguatkan tanggung jawab Negara dalam hal kepemimpinan perempuan untuk menanggulangi kemiskinan.
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah diluncurkan oleh Yayasan Arika Mahina, Gasira Maluku, dan Walang Perempuan yang merupakan sub-mitra MAMPU di kawasan Gong Perdamaian Dunia, pada 24 November 2017, sekitar pukul 22.30 WIT. (MP-3)