Oleh: Sutrisno
KEPERGIAN Wakil Gubernur Sulteng H. Sudarto, SH, M.Hum untuk selama-lamanya yang secara tiba-tiba, Sabtu (1/10/2016) membuat semua kalangan di Sulawesi Tengah terkejut, merasa kehilangan dan diliputi duka yang mendalam.
Secara pribadi, saya memang tidak dekat dengan almarhum yang akrab disapa Pakdhe Darto itu. Saya juga hanya sekali-sekali saja ketemu atau mewawancarai pakdhe Darto. Selama menjabat Wakil Gubernur, bisa dihitung jari saya masuk ke ruang kerjanya.
Saat saya ingin menemui Pak Darto, baru sampai di pintu ruangan pasti langsung menyapa dengan memanggil saya unyuk segera masuk dan bertanya menggunakan bahasa Jawa. "Tris...piye...ayo sini masuk" (Tris...gimana..ayo masuk-red)
Itu adalah cara almarhum menyapa hampir ke setiap orang. Begitu pula ketika terakhir saya menemani seorang teman sesama Jurnalis yang ingin menghadap untuk memaparkan Program Gerakan Sulawesi Tengah Hijau Berbasis Hutan Produktif.
Almarhum Sudarto selalu bersikap bersahaja, sederhana dan ngemong tetapi tegas pada semua orang yang menemuinya.
Salah satu yang paling saya ingat dan terkesan ketika sama-sama menikmati makan malam di daerah Dataran Bulan, di Kabupaten Tojo Unauna.
Peristiwa itu terjadi pada Minggu (22/11/2015) lalu. Saat itu kami bersama rombongan sebanyak 12 orang termasuk almarhum memulai perjalanan dari kediaman di Kota Luwuk. Kami berangkat sekira Pukul 11.00 Wita. Selama perjalanan almarhum menyempatkan diri untuk singgah menemui warga di beberapa desa.
Perjalanan ke Dataran Bulan di Tojo Unauna itu juga keinginan almarhum sendiri. "Sudah lama saya tidak kesana. Mumpung ada kesempatan, saya pengen lihat perkembangan desa-desa di Dataran Bulan," begitu kata almarhum saat itu.
(BACA JUGA: Sudarto Sambangi Warga Penghasil Kedelai )
Disebut Dataran Bulan karena daerah yang masuk dalam Wilayah Kecamatan Ampana Tete itu merupakan kawasan transmigrasi, yang berada di ketinggian pegunungan dan jalan menuju ke sana cukup terjal. Sampai-sampai ada istilah, "Orang di Dataran Bulan bisa memegang bulan"
Meski jalan menuju kawasan tersebut cukup terjal dan sulit dilalui kendaraan roda empat, tidak menyurutkan niat almarhum pakdhe Darto untuk menyambangi warga transmigrasi.
Almarhum memang paling gemar melakukan kunjungan ke desa-desa terpencil yang didiami warga trans. Apalagi desa-desa di Dataran Bulan merupakan salah satu lumbung Kedelai di Sulawesi Tengah.
Sekira Pukul 20.00 Wita, rombongan tiba di Desa Bulan Jaya. Namun saat itu rupanya tidak ada penyambutan kedatangan pejabat setingkat Wakil Gubernur, meskipun penyambutan ala kadarnya. Rombongan pun menumpang istirahat sejenak di rumah salah satu warga.
Karena sudah waktunya makan malam tetapi tidak ada persiapan, dua orang anggota rombongan mengambil inisiatif menyiapkan makan malam.
Dua rekan itu membeli Mie Goreng Instant dan telur di warung terdekat yang kemudian dimasak di rumah warga. Lucunya, mungkin karena terburu-buru mie goreng itu belum benar-benar matang saat disajikan.
Maka malam itu almarhum dan rombongan hanya menyantap Mie Goreng Instant dengan lauk Telur rebus. Disitulah saya melihat kesederhanaan seorang wakil gubernur. Tak ada mimik protes atau keberatan, bahkan dengan lahap almarhum menikmati makan malam bersama rombongan. "Ayo..ayo sini makan sama-sama," begitulah kata almarhum setiap makan.
Setelah menikmati Mie Dataran Bulan yang kurang matang itu, pakdhe Darto berdialog dengan warga tramsmigran asal Jawa, Bali dan Lombok yang mendiami daerah itu.
Seperti biasa, setiap mengunjungi warga transmigran Pakdhe Darto selalu memberikan wejangan dan nasehat-nasehat dengan bijak layaknya seorang ayah kepada anak-anaknya.
Setiap menemui warga, almarhum Pakdhe Darto juga dengan sabar mendengarkan keluh kesah warga. Semua pertanyaan warga pasti dijawab dengan bijak. Meski terkadang menjawab dengan nada sedikit marah, jika ada warga yang mengajukan pertanyaan agak nyeleneh. Tetapi setelah itu ada-ada saja yang dilakukannya dan membuat warga tertawa terbahak-bahak.
Salah satu pesan yang selalu almarhum Pakdhe Darto sampaikan ke warga Transmigran di Sulteng adalah Di Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung. Alamarhum selalu mengingatkan warga transmigran untuk mencintai provinsi Sulawesi Tengah, sebagaimana ia mencintai daerah ini.
Kecintaan Pakdhe Darto terhadap Provinsi Sulawesi Tengah memang tak dapat dipungkiri oleh siapa pun Bahkan almarhum sering berujar, "Sulawesi Tengah adalah kampung halaman saya, kewajiban saya untuk membangun dan memajukan daerah ini". Itulah yang selalu ditanamkan kepada warga, khususnya warga transmigran di Sulawesi Tengah.
Seperti ada tak ada rasa lelah, usai pertemuan dengan warga malam itu, almarhum mengajak rombongan langsung pulang dan menginap di Kota Ampana dan tiba sekira Pukul 03.00 Wita dinihari. Hal itu dilakukannya, karena keesokan harinya pakdhe Darto ingin menyambangi warga transmigrasi penghasil Jagung di Kecamatan Ulu Bongka. Jalan menuju daerah itu juga tak kalah terjalnya dengan Jalan menuju Dataran Bulan.
(BACA JUGA: Warga Penghasil Jagung Sambut Sudarto )
Sosok almarhum Pakdhe Darto memang pemimpin yang sederhana, bersahaja, disiplin dan loyal namun tegas. Maka sangat wajar jika Gubernur Longki Djanggola merasa sangat kehilangan dan mengatakan akan sulit mencasi penganti Pakdhe Darto sebagai Wakil Gubernur yang mendampinginya.
Sejak kejadian itu, setiap ketemu dengan kawan-kawan yang mendampingi almarhum pakdhe Darto, selalu saja saling bertanya, masih ingat Mie Dataran Bulan?
Itulah salah satu perjalanan bersama almarhum pakdhe Darto yang selalu kami kenang dan tak akan terlupakan.
Kini Pakdhe Darto telah pergi untuk selama-lamanya. Selamat jalan Pakdhe Darto. Sungguh suatu kehormatan pernah berjalan bersisian denganmu. Jasamu akan selalu kami kenang. Semangatmu membangun Sulawesi Tengah akan kami teruskan, Pesan dan nasehatmu tak akan pernah kami lupakan. Doa kami menyertai perjalanan akhirmu, semoga amal dan pengabdiamu menjadi jalan terang di akhirat. (***)
KEPERGIAN Wakil Gubernur Sulteng H. Sudarto, SH, M.Hum untuk selama-lamanya yang secara tiba-tiba, Sabtu (1/10/2016) membuat semua kalangan di Sulawesi Tengah terkejut, merasa kehilangan dan diliputi duka yang mendalam.
Secara pribadi, saya memang tidak dekat dengan almarhum yang akrab disapa Pakdhe Darto itu. Saya juga hanya sekali-sekali saja ketemu atau mewawancarai pakdhe Darto. Selama menjabat Wakil Gubernur, bisa dihitung jari saya masuk ke ruang kerjanya.
Saat saya ingin menemui Pak Darto, baru sampai di pintu ruangan pasti langsung menyapa dengan memanggil saya unyuk segera masuk dan bertanya menggunakan bahasa Jawa. "Tris...piye...ayo sini masuk" (Tris...gimana..ayo masuk-red)
Itu adalah cara almarhum menyapa hampir ke setiap orang. Begitu pula ketika terakhir saya menemani seorang teman sesama Jurnalis yang ingin menghadap untuk memaparkan Program Gerakan Sulawesi Tengah Hijau Berbasis Hutan Produktif.
Almarhum Sudarto selalu bersikap bersahaja, sederhana dan ngemong tetapi tegas pada semua orang yang menemuinya.
Salah satu yang paling saya ingat dan terkesan ketika sama-sama menikmati makan malam di daerah Dataran Bulan, di Kabupaten Tojo Unauna.
Peristiwa itu terjadi pada Minggu (22/11/2015) lalu. Saat itu kami bersama rombongan sebanyak 12 orang termasuk almarhum memulai perjalanan dari kediaman di Kota Luwuk. Kami berangkat sekira Pukul 11.00 Wita. Selama perjalanan almarhum menyempatkan diri untuk singgah menemui warga di beberapa desa.
Perjalanan ke Dataran Bulan di Tojo Unauna itu juga keinginan almarhum sendiri. "Sudah lama saya tidak kesana. Mumpung ada kesempatan, saya pengen lihat perkembangan desa-desa di Dataran Bulan," begitu kata almarhum saat itu.
(BACA JUGA: Sudarto Sambangi Warga Penghasil Kedelai )
Disebut Dataran Bulan karena daerah yang masuk dalam Wilayah Kecamatan Ampana Tete itu merupakan kawasan transmigrasi, yang berada di ketinggian pegunungan dan jalan menuju ke sana cukup terjal. Sampai-sampai ada istilah, "Orang di Dataran Bulan bisa memegang bulan"
Meski jalan menuju kawasan tersebut cukup terjal dan sulit dilalui kendaraan roda empat, tidak menyurutkan niat almarhum pakdhe Darto untuk menyambangi warga transmigrasi.
Almarhum memang paling gemar melakukan kunjungan ke desa-desa terpencil yang didiami warga trans. Apalagi desa-desa di Dataran Bulan merupakan salah satu lumbung Kedelai di Sulawesi Tengah.
Sekira Pukul 20.00 Wita, rombongan tiba di Desa Bulan Jaya. Namun saat itu rupanya tidak ada penyambutan kedatangan pejabat setingkat Wakil Gubernur, meskipun penyambutan ala kadarnya. Rombongan pun menumpang istirahat sejenak di rumah salah satu warga.
Karena sudah waktunya makan malam tetapi tidak ada persiapan, dua orang anggota rombongan mengambil inisiatif menyiapkan makan malam.
Dua rekan itu membeli Mie Goreng Instant dan telur di warung terdekat yang kemudian dimasak di rumah warga. Lucunya, mungkin karena terburu-buru mie goreng itu belum benar-benar matang saat disajikan.
Maka malam itu almarhum dan rombongan hanya menyantap Mie Goreng Instant dengan lauk Telur rebus. Disitulah saya melihat kesederhanaan seorang wakil gubernur. Tak ada mimik protes atau keberatan, bahkan dengan lahap almarhum menikmati makan malam bersama rombongan. "Ayo..ayo sini makan sama-sama," begitulah kata almarhum setiap makan.
Setelah menikmati Mie Dataran Bulan yang kurang matang itu, pakdhe Darto berdialog dengan warga tramsmigran asal Jawa, Bali dan Lombok yang mendiami daerah itu.
Seperti biasa, setiap mengunjungi warga transmigran Pakdhe Darto selalu memberikan wejangan dan nasehat-nasehat dengan bijak layaknya seorang ayah kepada anak-anaknya.
Setiap menemui warga, almarhum Pakdhe Darto juga dengan sabar mendengarkan keluh kesah warga. Semua pertanyaan warga pasti dijawab dengan bijak. Meski terkadang menjawab dengan nada sedikit marah, jika ada warga yang mengajukan pertanyaan agak nyeleneh. Tetapi setelah itu ada-ada saja yang dilakukannya dan membuat warga tertawa terbahak-bahak.
Salah satu pesan yang selalu almarhum Pakdhe Darto sampaikan ke warga Transmigran di Sulteng adalah Di Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung. Alamarhum selalu mengingatkan warga transmigran untuk mencintai provinsi Sulawesi Tengah, sebagaimana ia mencintai daerah ini.
Kecintaan Pakdhe Darto terhadap Provinsi Sulawesi Tengah memang tak dapat dipungkiri oleh siapa pun Bahkan almarhum sering berujar, "Sulawesi Tengah adalah kampung halaman saya, kewajiban saya untuk membangun dan memajukan daerah ini". Itulah yang selalu ditanamkan kepada warga, khususnya warga transmigran di Sulawesi Tengah.
Seperti ada tak ada rasa lelah, usai pertemuan dengan warga malam itu, almarhum mengajak rombongan langsung pulang dan menginap di Kota Ampana dan tiba sekira Pukul 03.00 Wita dinihari. Hal itu dilakukannya, karena keesokan harinya pakdhe Darto ingin menyambangi warga transmigrasi penghasil Jagung di Kecamatan Ulu Bongka. Jalan menuju daerah itu juga tak kalah terjalnya dengan Jalan menuju Dataran Bulan.
(BACA JUGA: Warga Penghasil Jagung Sambut Sudarto )
Sosok almarhum Pakdhe Darto memang pemimpin yang sederhana, bersahaja, disiplin dan loyal namun tegas. Maka sangat wajar jika Gubernur Longki Djanggola merasa sangat kehilangan dan mengatakan akan sulit mencasi penganti Pakdhe Darto sebagai Wakil Gubernur yang mendampinginya.
Sejak kejadian itu, setiap ketemu dengan kawan-kawan yang mendampingi almarhum pakdhe Darto, selalu saja saling bertanya, masih ingat Mie Dataran Bulan?
Itulah salah satu perjalanan bersama almarhum pakdhe Darto yang selalu kami kenang dan tak akan terlupakan.
Kini Pakdhe Darto telah pergi untuk selama-lamanya. Selamat jalan Pakdhe Darto. Sungguh suatu kehormatan pernah berjalan bersisian denganmu. Jasamu akan selalu kami kenang. Semangatmu membangun Sulawesi Tengah akan kami teruskan, Pesan dan nasehatmu tak akan pernah kami lupakan. Doa kami menyertai perjalanan akhirmu, semoga amal dan pengabdiamu menjadi jalan terang di akhirat. (***)