Bripka Phito (dalam lingkaran merah) berfoto bersama Nuhu Evav Football Academy |
Sejak 2008-2011 Phito bergabung dengan Persemalra hingga mencapai puncaknya ketika Persemalra menjuarai Divisi Utama PSSI. Usai menjalani semusim bersama Persemalra di Divisi Utama, pada musim berikutnya Phito mengalami cedera dan lebih memilih untuk berkarir pelatih.
Kepada Malukupost.com di Langgur, Senin (12/11), Phito katakan, selama 4 tahun aktif di Persemalra, dirinya bersyukur karena dari institusi (Polda Maluku) memberikan rekomendasi kepadanya, sehingga dalam menjalani kompetisi selama 8 bulan bersama Persemalra, dirinya diizinkan untuk tidak ke kantor, namun jika ada kompetisi libur maka dia bisa ke kantor
Selain itu, pria 33 tahun yang juga aktif sebagai anggota polisi pada Polres Malra ini menceritakan suka dukanya dalam menangani pelatihan dan pembinaan sepakbola bagi anak-anak usia dini (15 – 19 Tahun) di Malra dan Kota Tual.
“Secara keseluruhan saya mulai latih anak-anak ini sudah tiga tahun mulai dari tahun 2016 hingga sekarang, dan itu saya jalan sendiri tanpa bantuan dari siapa-siapa,” katanya.
“Kalau hitung-hitung saya punya pengeluaran selama 3 tahun ini mungkin saya sudah beli motor duah buah, tapi saya cuma tenang dan tidak pernah mundur. Coba bayangkan saja sehari itu 1 kali latihan beli air aqua 20 ribu, itu setiap hari saya jalankan selama tiga tahun, dan saya tidak pernah mundur sedikitpun karena tekad dan niat saya sudah bulat,” katanya lagi.
Dijelaskan Phito, dari pelatihan dan pembinaan yang dilakukan sejak Januari 2018 lalu, kini dia sudah berhasil mengumpulkan sebanyak 15 orang pemain usia dini untuk disiapkan mengikuti turnamen-turnamen setempat termasuk Gala Desa yang baru saja selesai.
“Dalam proses saya melatih dan telah menghasilkan pemain muda yang berbakat, masih saja ada orang yang meremehkan bahkan merendahkan perjuangan saya. Ada yang bilang Pito ini sok tahu, Pito nih karena su bawa tim-tim lokal jadi juara di berbagai iven tahun-tahun kemarin, jadi sok pintar dan sok jago,” tuturnya.
Diakui Phito, sejak beralih sebagai pelatih pasca pensiun dari Persemalra, dirinya memang menjadi idola bagi sejumlah tim-tim lokal, karena pernah membawa sejumlah menjuarai turnamen-turnamen setempat dalam 4 tahun terakhir.
“Bagi saya, sukses bawa tim-tim yang saya latih dalam berbagai event di daerah Kei itu bukan persoalan utama, yang intinya adalah bagaimana kita sebagai jebolan-jebolan Persemalra yang pernah menjuarai Divisi Utama PSSI punya kewajiban untuk membina adik-adik kita untuk berprestasi lebih tinggi lagi,” tandasnya.
Diungkapkan Phito, sebelum turnamen Gala Desa tahun 2018 digelar, dalam mempersiapkan timnya, banyak suka dan duka yang dialami, mulai dari disiplin kehadiran dan semangat berlatih.
“Saya sesibuk apapun di kantor, sudah menjadi jadwal tetap saya bahwa setiap sore jam setengah empat sore itu saya sudah ada di lapangan, itu saya lakukan sendiri jauh-jauh hari sebelum digelarnya turnamen Gala Desa ini. Saya sampai di lapangan lebih awal dari anak-anak, dan kalau mereka tidak datang maka saya pergi jemput,” tukasnya.
Menurut Phito, jelang kegiatan Gala Desa kemarin, proses latihan memang sangat menyedihkan, dan itu butuh kesabarannya sebagai seorang pelatih, karena kadang ada yang datang latihan hanya 3 sampai 7 orang, namun dirinya tidak pernah menyerah dan mundur.
“Cemoohan dan intervensi dari senior-senior sepakbola yang mengatakan saya ini sok tahu dan terlalu cepat ambil langkah, tapi saya tetap dengan komitmen saya untuk melatih dan melatih,” bebernya.
Phito katakan, dirinya bahkan sampai menangis ketika lomba Gala Desa akan digelar namun timnya tidak memiliki kostum, disitulah seluruh jiwa raganya diuji untuk bertahan atau mundur. Dengan niat dan tekad untuk memajukan sepakbola bagi anak-anak usia dini, uang saku perjalanan dinasnya pun digunakan untuk kepentingan timnya.
“Saya punya uang perjalanan dinas pilkada kemarin itu, saya ke Ambon dan saya nekat untuk tidur di emperan toko dan tidak memilih hotel atau penginapan, karena niat saya uang perjalanan dinas saya ini akan saya gunakan untuk beli kostum untuk anak-anak ini pakai dalam turnamen gala desa,” ungkapnya.
Phito menambahkan, pelatihan dan pembinaan sepakbola bagi anak-anak usia dini yang dia bangun itu diberi nama Nuhu Evav Football Academy. Sedangkan untuk logo pada kostum selain nama tersebut, ada pula kalimat Vuut Ain Mehe Ngifun Manut Ain Mehe Ni Tilur serta dua buah Meriam Besar yang melambangkan bahwa tim ini bukan cuma terdiri satu agama tapi semua golongan agama ada didalamnya.
“Dua meriam besar itu melambangkan Ur Siuw dan Lor Lim, itulah filosofi dasar bagi saya untuk berani melangkah dalam melatih dan membina sepak bola bagi anak-anak usia dini,” pungkasnya
Phito berharap, kedepannya nanti pemerintah daerah baik itu eksekutif maupun legislatif dan juga Asosiasi Kabupaten (PSSI) Malra dapat melihat dan mendorong perkembangan sepakbola dari sisi pendanaan dan juga pengembangan serta pembinaan pesepakbola usia dini. (MP-11)