Ketua majelis hakim PN Ambon, Hery Setyobudi didampingi Lucky Rombot Kalalo dan Esau Yarisetou sebagai hakim anggota mengeluarkan penetapan penolakan melalui berita acara majelis hakim di Ambon, Kamis (11/10).
Majelis hakim dalam persidangan menyatakan menolak bukti surat P1 hingga P8 yang diajukan pemohon sebagai dalil dalam permohonan PK.
"Delapan bukti surat yang diajukan pemohon bukan dikategorikan sebagai novum atau bukti baru, sebab bukti surat ini dibuat pada tahun 2017 sementara perkaranya terjadi pada tahun 2014," kata majelis hakim.
Novum yang dipakai pemohon diantaranya surat keterangan dari Rumah Sakit Jiwa Nania Ambon yang menerangkan korban sementara kerja ketika terjadi peristiwa pidana pembunuhan Natalia, surat keterangan dari Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku, serta surat keterangan dari pemerintah Negeri Suli, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah.
Putusan majelis hakim juga sama dengan tanggapan Jaksa Penuntut Umum Kejari Ambon, Elsye Leunupun atas novum yang diajukan pemohon yang dinilai tidak termasuk dalam pasal 263 huruf A Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Butje Erasmus Batmomolin awalnya divonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim PN Ambon atas pembunuh tunangannya Hilda Natalia Leuwol pada 8 Maret 2014 lalu.
Terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar pasal 340 maupun pasal 338 dan 351 ayat (3) KUH Pidana sehingga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Atas putusan pengadilan tingkat pertama ini, Batmomolin melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Ambon namun putusannya tetap sama, yakni memperkuat putusan majelis hakim PN Ambon. Kemudian dilakukan pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI namun putusannya juga tetap memperkuat putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
Kejadian pembunuhan terhadap Hilda Natalia Leuwol ini terungkap ketika almarhum menghilang sejak 8 Maret 2014. Setelah dilakukan pencarian, jasadnya ditemukan di pantai Liang, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 11 Maret 2014 dan polisi lalu menetapkan Butje sebagai tersangka.
Majelis hakim menjelaskan barang bukti serta keterangan para saksi dalam persidangan membuktikan peran terdakwa yang menghabisi nyawa korban di dalam kamar rumahnya di kompleks perumahan BTN Waitatiri.
Tiga penjual ikan yang menjadi saksi antara lain Merry Wasler, Welmince Parinusa dan Rabeca Bakarbessy menerangkan saat itu mereka mendengar ada suara perempuan yang berteriak minta tolong berulang kali disertai ucapan, "Buce mau bunuh beta (saya-red)".
Mereka juga mendengar suara benturan berulang kali yang mengenai papan lemari kayu serta sebuah objek, yang sesuai visum dokter ternyata ada keretakan di bagian kepala korban akibat hantaman benda tumpul serta ada luka robek di dada dan lengan.
Saksi lainnya bernama Gil Meyer yang mengetuk pintu rumah terdakwa saat itu untuk meminta obat juga mendengar suara teriakan minta tolong sebanyak dua kali, sehingga dia merasa takut dan lari meninggalkan tempat kejadian perkara.
Kemudian saksi Livia Pohwain juga mendengarkan teriakan tersebut dan dia bersama Gil Meyer sempat ditanya oleh tiga penjual ikan mengenai siapa yang berteriak di dalam kamar.
Saksi Livia dan Gil kemudian menjawab kalau yang perempuan itu kaka Nita dan pacarnya Butje Batmomolin.
Barang bukti yang diambil dari rumah korban berupa sebuah martil atau palu, gunting, serta kasur busa yang disarung kain warna kuning motif bunga-bunga.
Terungkapnya kematian korban juga berdasarkan hasil analisa tim laboratorium forensik Surabaya (Jatim) yang menemukan darah korban dalam pori-pori martil kemudian dicocokkan dengan sampel darah dan DNA orang tua korban.
Almarhumah Hilda Natalia Lewol merupakan tunangan kawin terdakwa dinyatakan hilang sejak Sabtu, (8/3) tahun 2014 dan akhirnya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di dekat pintu masuk pelabuhan penyeberangan feri Hunimua-Liang pada tanggal 11 Maret 2014.
Saat itu korban berencana akan pulang ke rumah orang tuanya di Waimital, Kecamatan Kairatu (Kabupaten Seram Bagian Barat) dan terdakwa pertama kali mengaku mengantarkan korban sampai di ruang tunggu pelabuhan.
Namun karena tidak pernah sampai ditempat tujuan, ibunda korban kembali menelpon terdakwa menanyakan Nita (nama singkat panggilan korban), tetapi terdakwa mengaku hanya mengantar korban di halte Lateri, dan selanjutnya korban menumpang angkot jurusan Mardika-Liang pada sore hari.
Rencana kepulangan korban ke SBB juga diketahui setelah ada pesan singkat dari telepon genggam korban ke ibunya, tetapi isi pesan itu mencurigakan karena memakai singkatan kalimat yang terkesan diketik orang lain. (MP-6)