Ambon, Malukupost.com - Duo penyair 'paling liar di muka bumi' Weslly Johannes dan Theoresia Rumthe membawa pulang antologi puisi terbaru mereka ke Ambon, Jumat (24/8) malam ini. Para penyair, dan pegiat sastra antusias. Mereka berdesak-desak memenuhi Kafe Kopi Dolo, tempat acara digelar.
Buku "Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai" itu, diterbitkan Gramedia (2018) itu. Sebelumnya, antologi ini diluncurkan pertama kali di Banggai dan dilanjutkan di Salatiga. Buku ini adalah antologi puisi kedua, setelah sukses anntologi pertama, yakni "Tempat Paling Liar Di Muka Bumi" (2017).
Peluncuran ditandai dengan diskusi sastra, menghadirkan dua pembahas yakni Mariana Lewier dan Chalvin Papilaya. Mariana adalah doktor ilmu sastra, penyair dan juga pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon. Sedangkan Chalvin adalah penyair dan pemain teater dari Bengkel Sastra Batu Karang, Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon. Chalvin pernah terpilih menjadi The Emerging Writers from The East of Indonesia dalam Makassar International Writers Festival (MIWF) 2016.
Dalam acara yang dipandu Arie Rumihin tersebut, Mariana Lewier menyatakan, antologi terbaru ini penuh dengan paradoks. Ada banyak perbedaan yang nampak hadir bersama-sama, tetapi tidak harus sama.
Soal kreativitas, ia berpendapat, Weslly dan Theoresia pandai meramu dan merawat keyakinan, kepekaan dan hal-hal yang potensial di dalam diri.
"Semua itu perlu dikemas dalam diksi-diksi yang kuat," paparnya.
Sementara Chalvin Papilaya melihat di dalam buku puisi ini terbaca adanya pengembaraan tubuh. Dia menyebut apa yang dinamakan tubuh semesta yang kotor, dan perlunya ada proses mandi membersihkan tubuh secara terus-menerus.
"Sebab dalam mandi, tidak semua dapat dibersihkan," katanya.
Para peserta diskusi antusias memberi tanggapan. Umumnya menyatakan terpesona pada dua buah antologi yang dilahirkan sepasang kekasih ini. Acara semakin meriah dengan penampilan apik para penyair Ambon. Ada yang membacakan puisi, dan ada yang mempersembahkan musikalisasi puisi.
Kelompok musikalisasi puisi, Ancola, tampil apik mempersembahkan puisi "Sumpah", sebuah karya abadi Dominggus Willem Syaranamual, sang "Pelarian Terakhir".
Weslly dan Theoresia juga secara berbalas membacakan puisi mereka "Ciuman Yang Menjaga Sebuah Bangsa". Puisi ini pernah dibawakan di Salatiga, di hadapan ribuan orang yang menggelar aksi solidaritas untuk meredam duka akibat teror bom di Surabaya. (Rudi Fofid/Maluku Post)