“Kalau sudah ditutup, kenapa masih ada penambang liar. Nah ini sudah pasti, ada orang-orang tertentu didalamnya, yang punya jaringan hingga membolehkan penggalian dilakukan,” ujarnya di Ambon, Rabu (8/8).
Menurut Marasabessy, aktifitas kegiatan penambangan ilegal yang masih saja dilakukan oleh masyarakat, tentunya didorong oleh kepentingan luar.
“Kalau hanya warga biasa, mereka tidak bisa sendiri tetapi ini ada yang memberanikan mereka,” kata Marasabessy.
Dia bahkan menuding, peran Pemprov melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maluku tidak ketat dalam melakukan pengawasan di kawasan tambang pasca penutupan sebelumnya.
“Fungsi pengawasan yang tidak optimal bahkan lemah, kemudian dijadikan oknum tertentu guna mencari keuntungan. Meskipun cara penambangan yang dilakukan bersifat ilegal. Karena tanpa sengaja ada pihak-pihak yang bekerja sama tanpa memikirkan efek lainnya, bahkan sampai terjadi jatuhnya korban," ungkapnya.
Marasabessy juga mempertanyakan, penempatan aparat keamanan di lokasi Gunung Botak pasca penutupan sehingga masyarakat dengan leluasa melakukan aktivitas penggalian emas secara ilegal.
“Kehadiran aparat keamanan disana juga dipertanyakan. Kan kalau ada yang mau, masuk ke daerah tambang harus lapor dulu di pos jaga. Lalu kalau ada penambang liar, itu mereka masuk dari mana, jangan dilakukan pembiaran, mereka harus tegas,” tandasnya.
Dia juga meminta kepada Pemkab Buru untuk tidak menutup mata dengan masalah tersebut agar persoalan penggalian Emas secara ilegal ini tidak terus terjadi.
“Saya kira kalau ada perhatian pemda setempat, persoalannya tidak seperti ini. Tetapi kalau tidak, maka selamanya penambang ilegal terus melakukan penggalian,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan dua penambang ilegal dinyatakan tewas tertutup tanah akibat longsor saat berada di dalam lubang penggalian. Korban diketahui bernama Ner asal Tasikmalaya Jawa Barat, dan Luther Lehalima asal Desa Skilale, Kecamatan Fena Leisela Kabupaten Buru. Sedangkan dua lainnya mengalami luka-luka.
Peristiwa korban di Gunung Botak, bukanlah hal baru karena diketahui sejak tahun 2013 hingga saat ini, sudah memakan ratusan nyawa. (MP-9)