"Terdakwa memang terbukti bersalah tetapi perbuatannya bukan termasuk wilayah tindak pidana sehingga dibebaskan dari dakwaan jaksa yang menjeratnya dengan pasal 2 juncto pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001, juncto pasal 55 ayat (1) KUH Pidana," kata ketua majelis hakim Tipikor, R.A Didi Ismiatun di Ambon, Kamis (10/11).
Putusan majelis hakim berbeda dengan tuntutan JPU dalam persidangan akhir Juni 2016 yang meminta terdakwa dihukum delapan tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti senilai Rp4 miliar serta dibebani biaya perkara Rp10.000.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya atas nama Matheus Adrianus Matitaputty selaku kepala cabang utama, Markus Fangahoe dan Eric Matitaputty selaku analis kredit masing-msing dijatuhi vonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Atas putusan majelis hakim, maka Hendrik Lusikoy selaku penasihat hukum ketiga terdakwa maupun JPU Rolly Manampiring menyatakan pikir-pikir sehingga diberikan waktu selama tujuh hari oleh majelis hakim, Jusuf Rumatoras adalah Direktur PT. Nusa Ina Pratama pada 2006 mengajukan permohonan kredit modal kerja pembangunan KPR Poka Grand Palace lewat surat permohonan nomor 99/ABN/NIP/200 tanggal 22 Maret 2006 yang ditujukan kepada pimpinan PT.BM cabang utama Ambon sebesar Rp4 miliar.
Terdakwa kemudian melakukan wawancara dengan Eric Matitaputty selaku analis kredit dan mengatakan bahwa dana kredit bagi PT. NIP diperlukan segera mungkin untuk membangun perumahan Pemprov Maluku di kawasan Poka guna menanggulangi korban kerusuhan atau bencana sosial Ambon yang tidak memiliki rumah.
Dalam mengajukan permohonan kredit, kata JPU, terdakwa Yusuf melampirkan sejumlah dokumen diantaranya IMB 648.3.1240 tanggal 26 Oktober 2005 atas nama Pemprov Maluku dan Wali Kota Ambon sebanyak 137 unit KPR tipe 75, 54, serta tipe 43 namun IMB tersebut buka atas nama PT. NIP.
Kemudian terdakwa mengajukan surat perjanjian kerjasama pemprov dengan PT. NIP, surat persetujuan DPRD Maluku tanggal 5 Agustus 2005, surat ukur tanah, dan sejumlah dokumen lainnya.
"Terdakwa juga menggunakan sertifikat hak pakai nomor 02 atas nama Pemprov Maluku sebagai jaminan tambahan dalam permohonan kredit dan berjanji kepada saksi Erik Matutaputty bahwa dalam waktu dekat akan diserahkan sertifikat hak guna bangunan," kata jaksa.
Kemudian terdakwa Yusuf bekerjasama dengan Eric selaku analis kredit sehingga pada saat melakukan kunjungan nasabah tanggal 2 April 2007, Eric merekayasa berita acara kunjungan nasabah.
Bukti kepemilikan atas jaminan tambahan dicatat dengan status SHGB atas nama PT. NIP milik Yusuf, padahal kenyataannya status tanah seluas 18.220 meter persegi itu masih sebatas hak pakai dan pemiliknya adalah Pemprov Maluku.
Permohonan kredit ini akhirnya disetujui Matheus Adrianus Matitaputty selaku kepala cabang utama tanggal 30 April 2007 dan sampai akhir tahun 2008, terdakwa belum mengembalikan pinjaman tersebut.
Terdakwa juga mengajukan permohonan perpanjangan waktu pengembalian kredit, namun sampai saat ini yang dikembalikan hanya sebesar Rp300 juta.
Saksi Markus Fangohoy yang berkas dakwaannya terpisah juga berperan membantu Yusuf dengan cara menerbitkan dokumen pengusulan kredit untuk perpanjangan waktu kredit bagi PT. NIP selama satu tahun tanpa dasar jaminan yang jelas. (MP-2)