"Kami ingin mendengarkan keterangan Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy tentang berbagai persoalan yang ramai di publik, ternasuk masalah kontribusi dari sektor migas tetapi kadis berhalangan dan mewakilkan kepada stafnya sehingga diagendakan pemanggilan ulang," kata ketua komisi B DPRD Maluku, Rein Toumahuw di Ambon, Jumat (25/11).
Menurut Rein, dalam rapat kerja ini, komisi juga akan mempertanyakan berbagai masalah yang ada dalam KUA dan PPAS 2017.
Hanya saja, Kadis mendelegasikannya kepada Kabid Kelistrikan Bakrie dan Sekretaris Dinas ESDM provinsi, Pegy Sitanala.
Wakil ketua komisi B, Sudarmo bin Yasin mempertanyakan seberapa besar kontribusi PAD dari sektor migas dan pertambangan yang didapatkan dari Dana Bagi Hasil (DBH), mengingat Maluku memiliki sumber-sumber kekayaan alam mineral yang selama ini sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam proses eksplorasi.
"Sesuai ketentuannya, provinsi menerima tiga persen dari DBH untuk total minyak yang sudah terjual dan enam persen untuk kabupaten penghasil. Jadi dibutuhkan berapa produksi dan hasil jual berapa banyak lalu menerima berapa persen," katanya, Kabid Kelistrikan Dinas ESDM Maluku, Bakrie, menjelaskan, Kementerian ESDM mengundang semua Pemprov membicarakan tentang realisasi per triwulan dan Kemenkeu membahas jumlah uang yang diterima masing-masing provinsi.
"DBH itu tiga persen disalurkan untuk provinsi dan enam persen kabupaten/kota penghasil, sedangkan sisanya dibagikan ke daerah non penghasil, tetapi tidak tahu berapa besar dananya yang diterima selama ini," tandasnya.
Sedangkan menyangkut masalah produksi minyak seperti di Kabupaten Seram Bagian Timur, ada dua perusahan yang beroperasi di sana yakni Citic dan Carles.
"Citic itu mungkin menghasilkan minyak sekitar lima ribu barel/ hari dan Carles yang merupakan lokasi pengeboran tua sekitar 500 barel/ hari," kata Bakrie.
Setelah rapat di Kementerian ESDM dan lanjut ke Kemenkeu nanti ditetapkan berapa pembagian ke daerah yang akan disalurkan DBH setiap triwulan.
"Mengenai berapa besarnya ini nanti datanya diberikan ke komisi, karena memang total produksi sekitar 5-6 ribu barel/ hari tidak sebesar yang di Sumatera sampai 100 ribu barel," katanya.
Selain DBH, kontribusi lainnya juga berupa royalti dari kegiatan pertambangan umum baik saat eksplorasi maupun eksploitasi.
"Uang yang disalurkan ke provinsi ini untuk pertambangan umum ada dua jenis, yang eskplorasi wajib membayar pajak kemudian sudah menghasilkan maka di situ ada pajaknya lagi. Itu disebut royalti dan dibayar setiap triwulan, seperti pertambangan umum di Wetar, Kabupaten MBD berupa tembaga," ujar Bakrie. (MP-4)