Ahmad M. Ali |
Jakarta, Jurnalsulteng.com - Anggota Komisi III DPR RI Dapil Sulawesi Tengah, Ahmad M. Ali mengkritisi rencana Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan, yang akan memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat. Perpanjang tersebut dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP 1/2014).
Dalam siaran persnya yang diterima Jurnalsulteng.com, Selasa (4/10/2016) Ahmad M.Ali mengatakan, kebijakan memperpanjang relaksasi eksport konsentrat ini merupakan malapetaka bagi iklim investasi di Indonesia. “Kebijakan ini menunjukkan, Pemerintah Indonesia tidak konsisten dan cenderung menjebak para investor yang telah membangun smelter,” ujarnya.
Ahmad M. Ali yang juga Ketua DPW Partai NasDem Provinsi Sulawesi Tengah ini juga mengatakan, kebijakan ini akan memperburuk iklim investasi karena tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan terhadap investasi.
“Semua rencana yang telah dibangun akan berubah dan kepercayaan investor makin memudar karena tidak adanya kepastian hukum,” terangnya.
Menurut Ahmad M. Ali, perencanaan pemerintah untuk membangun kerangka dasar industri nasional berbasis pada partisipasi investor, seringkali tidak laku dalam pergaulan dunia internasional karena kita tidak konsisten. “Setiap pergantian rezim selalu diikuti dengan perubahan aturan yang menganggu secara subtansi rencana induk investasi yang telah disepakati,” tambahnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai NasDem tersebut meminta sebaiknya pemerintah meninjau kembali rencana kebijakan tersebut. Sebab kata dia, hal itu bukan jalan keluar, malahan memperburuk iklim investasi yang sedang berusaha diperbaiki. Ali meminta agar pemerintah bisa memikirkan ulang skema tersebut untuk menjaga kewibawaan hukum nasional.
Lebih lanjut Ali menerangkan, selama masa perpanjangan relaksasi pemerintah memaksakan perusahaan-perusahaan tambang dapat memenuhi kewajibannya melakukan hilirisasi mineral di dalam negeri dengan menyelesaikan pembangunan smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral).
Tetapi lanjut dia, pada sisi yang lain bahan baku mineral tetap dieksport ke luar. “Bukankah ini kebijakan yang saling bertentangan, anda mengundang dan memaksa investor membangun pabrik, tetapi disisi yang lain juga eksport bahan baku mineral juga dibolehkan. Kita mau bangun industri nasional yang visioner atau sekedar untuk mengeksploitasi mineral alam?” tutupnya.(Trs/*)