Atas tudingan tersebut, pihaknya mendesak agar bupati mundur dari jabatannya. Keyakinan Thontowi Jauhari, dilandasi oleh laporan sang investor untuk menghubungkannya dengan Pihak Pemerintah Kota Solo, selaku pengelola tanah Taman Hiburan Rakyat Sriwedari.
"Seno berperan sebagai makelar untuk memuluskan proses investasi salah seorang pemodal Heru Setiabudi. Perjanjian pemberian gratifikasi itu dicatat oleh notaris dan memiliki keputusan hukum yang tetap," ujar Thontowi, kepada wartawan, Kamis (13/3/2014).
Dalam akta notaris itu, dia menyebutkan, jika nantinya Seno bisa menghubungkan investor dengan Pemkot Solo, maka pihaknya akan diberi uang sebesar Rp350 miliar.
"Kami mendesak agar Bupati Boyolali itu segera turun dari jabatannya. Hal itu tidak etis, mengingat saat ini banyak masyarakat Boyolali yang kekurangan. Akan tetapi sang pemimpin malah melakukan tindakan menghamburkan uang. Kami sudah melaporkan dugaan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," terangnya.
Pihak yang diajaknya melapor ke KPK adalah Barisan Merah Putih Pengging (BMPP). Sementara itu, Bupati Boyolali Seno Samodra mengaku tidak pernah melakukan perjanjian dengan pengusaha, seperti yang ada dalam akta notaris tersebut.
Menurutnya, mencuatnya kasus itu hanyalah fitnah yang bermuatan politis yang digunakan oleh oknum yang ingin menjatuhkan dirinya. Pihaknya menyebutkan, gratifikasi itu tidak akan pernah ada, mengingat sampai saat ini jual beli tanah THR seluas 10 hektare itu belum juga terlaksana.
“Kalau memang benar ada perjanjian itu sudah gugur atas nama hukum, mengingat proses jual beli THR Sriwedari tidak pernah dilakukan atau dengan kata lain, gratifikasi tidak akan pernah ada,” bantah Seno. [ gram / sindonews ]