"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 82 ayat (1) Undang Undang Nomor 35 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak juncto pasal 54 ayat (1) KUHP juncto pasal 81 UU Perlindungan Anak," kata JPU, di Ambon, Rabu (10/10).
Tuntutan tersebut disampaikan dalam persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon Leo Sukarno, didampingi Christina Tetelepta dan RA Didi Ismiatun.
Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar biaya perkara Rp2.000.
Hal yang memberatkan terdakwa dituntut hukuman penjara dan denda, karena perbuatannya telah menimbulkan rasa malu terhadap korban dan keluarganya, kemudian terdakwa adalah seorang gembala atau pemimpin umat.
Menurut jaksa, terdakwa melakukan perbuatan cabul terhadap korban yang kebetulan bertetangga pertama kali pada tahun 2014 lalu di Desa Passo, Kecamatan Baguala (Kota Ambon), ketika korban baru berusia tujuh tahun dan duduk di bangku kelas dua sekolah dasar.
Modus operandi terdakwa pertama kali adalah mendatangi rumah korban dan mengajaknya jalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan di Passo, setelah itu membawanya ke rumah ibadah dengan alasan melatih korban bermain organ dan di situlah korban awalnya dicabuli.
Perbuatan terdakwa terhadap bocah ingusan ini dilakukan berulang kali sampai yang bersangkutan duduk di kelas lima SD.
Kemudian pada Selasa (16 Maret 2018, terdakwa mendatangi kamar indekos korban di Tantui, Kecamatan Sirimau (Kota Ambon).
Saat itu, korban dalam keadaan basah kuyup dan sendirian karena ibunya sedang ke pasar, maka terdakwa membuka pakaiannya kemudian menyuruh korban tidur telentang, lalu pelaku melakukan pemerkosaan.
Korban pernah mengaku kepada ibunya sudah pernah dicabuli terdakwa, tetapi orang tuanya hanya mengajarkan korban untuk menghindarinya. (MP-4)