"Menyatakan terdakwa bersalah melanggar pasal 3 juncto pasal 18 Undang -Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi sebagai dakwaan subsidair," kata ketua majelis hakim Jimmy Waly didampingi Rony Felix Wuisan dan Hery Leliantono sebagai hakim anggota di Ambon, Rabu (1/8).
Namun terdakwa dibebaskan dari dakwaan primair yang diajukan JPU Kejari Maluku Tengah karena tidak terbukti melanggar pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi.
Selain divonis dua tahun penjara, mantan bendahara Panwaslih Malteng ini juga dihukum membayar denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan dan uang pengganti Rp75 juta subsider satu bulan kurungan.
"Kerugian negara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp558 juta namun sesuai fakta persidangan, terdakwa hanya menerima Rp105 juta dan telah mengembalikan Rp30 juta saat proses persidangan berlangsung," tegas majelis hakim.
Yang memberatkan terdakwa dijatuhi hukuman penjara karena perbuatannya telah menimbulkan kerugian keuangan negara, sementara yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.
Putusan tersebut juga masih lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Malteng yang meminta terdakwa dihukum 2,5 tahun penjara.
Atas putusan tersebut, baik terdakwa melalui tim penasihat hukumnya Noke Patirajawane, Hendrik Lusikoy, dan kawan-kawan maupun JPU Senia Pentury menyatakan pikir-pikir sehingga diberikan kesempatan selama tujuh hari untuk menyatakan sikap.
Pada tahun anggaran 2016 Panwaslih bupati/wabub Malteng mendapatkan alokasi dana hibah Rp6 miliar dari pemerintah kabupaten sesuai SK Bupati nomor 910-547 tanggal 29 Oktober 2016.
Anggaran ini dimanfaatkan membiayai 17 item di antaranya pembayaran honorarium pengawas pemilihan bupati/wabub, pembayaran honorarium kesekretariatan, sewa kendaraan serta pemeliharaan gedung, musyawarah penyelesaian sengketa, hingga perjalanan dinas dan transportasi.
Kemudian tahun anggaran 2017 panwaslih kembali mendapat alokasi dana ABPD Malteng senilai Rp6,8 miliar sesuai SK bupati nomor 910-191 tanggal 7 Januari 2017 tentang penetapan nama penerima dan besaran hibah yang juga untuk membiayai 17 item pekerjaan.
Selanjutnya Panwaslih mengajukan proposal permohonan bantuan dana hibah dengan melampirkan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang ditandatangani bupati dan ketua komisioner Panwaslih Malteng selaku penerima bantuan.
Dugaan penyimpangan yang dilakukan terdakwa seperti rapat sentra gakumdu tahun 2017 dan untuk mendukung kegiatan tersebut, diberikan konsumsi berupa makanan dan camilan bagi tim gakumdu di wilayah Polres Malteng.
Untuk biaya konsumsi dianggarkan sebesar Rp44 juta namun yang dibelanjakan panwaslih hanya Rp26 juta untuk bulan Januari-Maret 2017.
Kemudian dalam rancangan anggaran biaya (RAB) 2016 maupun 2017 tidak ada kegiatan bimbingan teknis pengawasan berbasis IT dan bimbingan teknis panitia pengawas lapangan dan pengawas TPS.
Namun pada Februari 2017, ada instruksi dari Bawaslu RI untuk kegiatan dimaksud tetapi tidak ada anggarannya, sehingga komisioner panwaslih Malteng, Ahmad Latuconsina meminta terdakwa berkoordinasi dengan Rahman Malik Marahena dari Bawaslu Provinsi Maluku.
Rachman menyuruh terdakwa melaksanakan bimtek menggunakan dana yang ada dan nantinya setelah mapping anggaran 2017 baru dimasukkan dalam RAB dan ketika dilakukan bimtek, terdakwa memberikan uang saku kepada para peserta sebesar Rp50.000 per orang untuk 263 peserta.
"Saat penyusunan RAB 2017, Rachman selaku operator keuangan bawaslu provinsi menawarkan kepada terdakwa agar dalam RAB 2017 untuk kegiatan bimtek pengawasan berbasis IT dan bimtek panitia pengawas lapangan serta pengawas TPS masing-masing sebesar Rp300.000," ujar JPU.
Terdakwa sempat mempertanyakan sistem pertanggungjawaban seperti apa kepada saksi Rachman, karena dia sebenarnya hanya membayar Rp50.000 kepada para peserta bimtek.
Namun saksi Rachman Malik menyarankan kepada terdakwa untuk membuat laporan pertanggungjawaban sebesar RP300.000 per peserta bimtek, sehingga uang yang tidak dibelanjakan sebesar RP263 juta.
Uang ini kemudian diserahkan terdakwa kepada komisioner Panwaslih bupati/wabub Malteng, Stenly Mailissa, saksi Ahmad Latuconsina, Yohana Latuloma, dan Yanti Marlen Nirahua pada April 2017, dimana terdakwa sendiri menerima Rp40 juta yang diserahkan saksi Yanti. (MP-2)