“Saya mengapresiasi proses Pilkada yang sudah berjalan dengan ditetapkan oleh KPU Malra dan telah diajukan ke DPD Maluku Tenggara untuk proses lebih lanjut, dimana paripurna DPRD Malra pada tanggal 21 Agustus 2018 telah menetapkan dalam paripurna istimewa yakni Bupati dan Wakil Bupati terpilih periode 2018-2023 atas nama Drs. H. Thaher hanubun dan Ir. Petrus Beruatwarin M.Si,” ujarnya, di Langgur, Selasa (28/8).
Menurut Lefteuw, di dalam sebuah proses demokrasi pasti akan selalu ada perbedaan, namun proses sejak tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) itu bisa berjalan dengan baik, dan tentunya diharapkan hingga nanti tiba pada saat pengambilan sumpah dan janji bupati dan wakil bupati terpilih.
“Tentunya dalam proses demokrasi ini ada persoalan-persoalan yang timbul, dimana kami sebagai lembaga pengawas, dalam melakukan berbagai macam proses-proses yang ada tentu ada yang kita proses dan ada masalah-masalah yang secara formil maupun materil kami tidak melakukan proses,” ungkapnya
Lefteuw katakan, secara umum persoalan di Malra memang ada, tetapi diakui ternyata kesadaran berdemokrasi cukup tinggi, dimana dari semua proses sampai kepada penetapan ini tidak ada sebuah kondisi yang dapat mengganggu atau merusak kebersamaan masyarakat.
“Masyarakat benar-benar mengetahui dan mengakui bahwa proses sudah berjalan dengan baik, walaupun harus ada proses lanjut di Mahkamah Konstitusi (MK), dan itu semua pihak harus menerimanya, karena itu adalah hak dari Calon yang diatur menurut Undang-Undang,” tandasnya.
Dijelaskan Lefteuw, keadilan yang tertingi di negara ini adalah di MK sebagai pintu terakhir dari semua proses keadilan termasuk putusan perkara pilkada, dan setelah putusan MK tersebut ternyata pihak yang mengajukan keberatan/gugatan ini sudah menerimanya dan pihak yang menangpun tidak berlebihan dalam euforianya.
“Kami melihat persaudaraan yang dibangun oleh calon yang kalah dan menang dapat membangun persaudaraan yang sungguh luar biasa, hal inilah yang menurut saya selaku Ketua Bawaslu Malra sangat bangga,” katanya
Diakui Lefteuw, masyarakat Indonesia secara umum dan khusus masyarakat di Malra memang masih jauh dari demokrasi yang ideal, untuk itu pendidikan politik ini bukan hanya ada pada penyelenggara pemilu saja tetapi pada semua unsur/pihak. Olehnya itu, sebagai lembaga pengawas di dalam ketentuan perundang-undangan memiliki tugas memberikan pendidikan politik khususnya pengawasan yang partisipatif.
“Pengawasan partisipatif ini artinya bahwa kita selalu ada dengan masyarakat, pengawasan partisipatif ini bukan hanya pada unsur masyarakat namun juga pada unsur media, tokoh-tokoh agama, tokoh adat atau tokoh pemuda. Hal inilah yang menjadi pilar dari pengawawsan partisipatif, Bawaslu pun tidak akan bisa berbuat apa-apa jika tidak pengawasan partisipatif dari masyarakat dan unsur-unsur lainnya,” jelasnya.
Lefteuw menambahkan, Bawaslu Malra ingin bekerja sama dengan semua pihak dan akan turun ke masyarakat, agar dapat memberikan pemahaman-pemahaman tentang bagaimana kita membangun sebuah demokrasi yang baik, apalagi demokrasi Pancasila.
“Kedepan kami akan melakukan banyak sosialisasi, dan kami membutuhkan dukungan dari Pemerintah Daerah dan media dalam memberikan sosialisasi,” pungkasnya. (MP-15)