"Proses uji mutu ikan sekarang telah ditarik dari Pemda karena lahirnya UU baru yang dalam lampirannya sudah mengatur berbagai kewenangan yang diurusi, baik sektor lain maupun kelautan dan perikanan," kata Kadis Kelautan dan Perikanan Maluku, Romelus Farfar di Ambon, Selasa (4/7).
Penjelasan Romelus disampaikan dalam rapat kerja dengan Pansus LKPJ DPRD Maluku dipimpin Ketua Pansus, Melki Sairdekut yang mempertanyakan alasan realisasi PAD sektor kelautan dan perikanan tidak bisa mencapai target Rp10 miliar.
Khusus sektor kelautan dan perikanan yang mengatur tentang sertifikasi mutu ini di dalam lampiran UU dimaksud diberikan kewenangannya kepada pemerintah pusat untuk mengurusinya.
Menurut dia, uji mutu ini awalnya diberikan pemerintah kepada Gubernur sejak 1980-an untuk menyelenggarakan proses perizinannya. Namun, dengan lahirnya UU Pemda yang baru maka dikembalikan lagi ke pemerintah pusat.
Kontribusinya kepada daerah sebelum proses perizinan mutu ikan ditarik itu berbeda-beda nilainya sesuai peraturan daerah (Perda) yang diterbitkan oleh pemerintah provinsi (Pemprov).
Misalnya untuk Perda yang pertama menyebutkan kalau uji mutu itu dilakukan di laboratorium dengan pola pengambilan sampel, tetapi pembayaran retribusinya menghitung besaran volume ekspor, sehingga daerah bisa mendapatkan nilai pendapatan yang sangat besar.
Kemudian dikeluarkan lagi Perda baru tentang izin tertentu itu menyebutkan bahwa uji mutu ikan itu cukup dengan membayar sampel ikannya saja dan tidak melibatkan volume ekspornya lagi.
Akibatnya kontribusi terhadap pendapatan daerah jadi menurun dan dengan adanya pemberlakuan UU No.23 tahun 2014 ini, maka kewenangan uji mutu ikan yang awalnya diserahkan pemerintah pusat kepada provinsi dikembalikan.
Maluku pernah bisa mencapai angka Rp12 miliar dari proses rekomendasi uji mutu ikan pada 2007 hingga 2008, dan terakhir hanya sekitar Rp5 miliar realisasinya.
Dalam rapat Pansus LPKJ DPRD juga dijelaskan tidak bisa berbicara secara sepihak tentang pengelolaan hasil perikanan laut dan harus berlandaskan pada wawasan UU yang berlaku.
UU perikanan sudah mengatur kewenangan daerah hanya sampai 12 mil laut dan lebih dari itu merupakan kewenangan pemerintah pusat.
"Keluarkan izin kapal penangkap ikan juga terbatas pada ukuran 30 GT di daerah dan selebihnya oleh pemerintah pusat. Itu juga yang menyebabkan sehingga ruang yang mau kita perbesar penerimaan dari sektor kelautan dan perikanan menjadi terbatas," kata Romelus. (MP-3)