Gubernur Maluku : Gereja Ebenhaezer Kariu Abadikan Spiritualitas Pela Gandong

Ambon, Malukupost.com - Gubernur Maluku Said Assagaff mengaku sangat bangga mendengar kisah pembangunan Gedung Gereja Ebenhaezer, di Negeri (Desa) Kariu, Pulau Haruku, yang disebutnya mengabadikan spiritualitas ikatan pela gandong, dan kekuatan simbolik yang luhur dan utuh. Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur saat meresmikan Gedung Gereja Ebenhaezer, Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Kariu, di Negeri Kariu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Minggu (2/7).
Ambon, Malukupost.com - Gubernur Maluku Said Assagaff mengaku sangat bangga mendengar kisah pembangunan Gedung Gereja Ebenhaezer, di Negeri (Desa) Kariu, Pulau Haruku, yang disebutnya mengabadikan spiritualitas ikatan pela gandong, dan kekuatan simbolik yang luhur dan utuh.

Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur saat meresmikan Gedung Gereja Ebenhaezer, Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Kariu, di Negeri Kariu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Minggu (2/7).

"Saya bangga, sebab ternyata, tangga naik ke Gereja Ebenhaezer Kariu ini adalah 'tampa tangan' (buah kerja) basudara Salam (Muslim) dari negeri gandong mereka, Hualoy," ujarnya.

Begitu pula, lanjut Gubernur, Meja Perjamuan Kudus yang adalah "tampa tangan" basudara gandong dari Negeri Aboru. Dan Mimbar Pemberitaan gereja, adalah "tampa tangan" basudara Booi.

"Semua 'tampa tangan' itu, telah memberi kekuatan moral dan religi bagi warga Kariu, bahwa 'Tangga Hualoy' dimaknakan sebagai titian langkah menuju ibadah gereja. Ini menjadi simbolisasi penghormatan dan dukungan Basudara Salam Hualoy, terhadap pembentukan teologi ibadah Basudara Sarane Kariu," tandasnya.

Adapun "tampa tangan" Meja Perjamuan, lanjut Gubernur, bisa diartikan sebagai lukisan sempurna, dari bagaimana gereja dipanggil untuk duduk bersama menikmati berkat-berkat jasmani maupun rohani sambil membangun persaudaraan dalam kerukunan.

"Sedangkan Mimbar Pemberitaan, sebagai pusat ibadah Protestan. Itu memastikan bahwa injil di gereja adalah berita tentang persaudaraan, hidup gandong, berita damai, dan berita tentang keharmonisan. Tidak ada sepenggal kata benci yang diberitakan di sini," paparnya.

Negeri Kariu, memang punya ikatan gandong, atau ikatan yang menggambarkan nilai hakiki persaudaraan, persahabatan dan keterikatan dengan Negeri Booi di Kecamatan Saparua (Malteng), Negeri Aboru di Kecamatan Pulau Haruku (Malteng), dan Negeri Hualoy, di Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Ambon, Malukupost.com - Gubernur Maluku Said Assagaff mengaku sangat bangga mendengar kisah pembangunan Gedung Gereja Ebenhaezer, di Negeri (Desa) Kariu, Pulau Haruku, yang disebutnya mengabadikan spiritualitas ikatan pela gandong, dan kekuatan simbolik yang luhur dan utuh. Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur saat meresmikan Gedung Gereja Ebenhaezer, Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Kariu, di Negeri Kariu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Minggu (2/7).
Persaudaraan gandong antara Negeri Booi, Negeri Aboru, Negeri Kariu dan Negeri Hualuloi yang dikenal dengan akronim BAKH ini, dinilai Gubernur, adalah manifestasi dari perdamaian orang basudara yang sejati.

"Saya bersyukur sebab hari ini, saya bersama semua anak negeri Kariu, dan semua anak di Pulau Haruku, menjadi saksi eratnya kekerabatan orang basudara yang sejati ini," imbuhnya.

Menurut Gubernur, bagi orang Maluku, gandong dan juga pela adalah bentuk final dari ikatan hidup, dan saling mengakui satu sama lain.

"Itu artinya, kita sudah melewati apa yang disebut perbedaan. Sebab pela dan gandong menunjukkan bahwa, bagi kita, perbedaan itu bukan hal yang harus dipertentangkan, melainkan suatu berkat yang patut disyukuri," ujar Gubernur.

Sebab di sanalah, kata Gubernur, perdamaian itu disemaikan dan kemudian bertumbuh serta berbuah. Pela gandong, sesungguhnya telah menjadikan Maluku sebagai Laboratorium Perdamaian bagi dunia.

"Hualoy adalah negeri Salam (Islam) yang sekandung dengan tiga basudara Sarane (Kristen)-nya, yakni Booi, Aboru dan Kariu. Dan sampai saat ini, persekutuan gandong ini turut memperkaya wahana pembelajaran publik, tentang kesadaran masyarakat menjaga bingkai kehidupan damai, tanpa pernah mengorek perbedaan di antara mereka. Apalagi perbedaan agama," ujarnya.

Dia katakan, orang Maluku tidak perlu diajari lagi tentang apa yang mesti dilakukan, sebagai wujud penghargaan atau toleransi.

Sebab sejak dalam kandungan, Gubernur tegaskan, orang Maluku sudah tahu, bagaimana menjaga "hidop basudara gandong", yang adalah Salam dan Sarane. Karena itu telah dibawa sejak dari kandungan, maka "hidop gandong" bagi orang Maluku adalah final.

Cerita bahwa basudara Salam, wajib membantu basudara Sarane dalam membangun negeri atau rumah ibadah, dan sebaliknya, disebut Gubernur, sudah menjadi cerita umum dalam narasi sejarah pela dan gandong di Maluku. Itu pun ditemui di peristiwa yang ada di Kariu.

Bahkan moment pentahbisan dan peresmian Gedung Gereja Ebenhaezer ini, Gubernur katakan, juga menjadi bukti, tidak ada lagi kebencian, dusta dan permusuhan.


"Sebab Basudara Ory dan Pelauw yang Muslim, secara spontan ikut bekerja membangun gereja ini. Mereka adalah saksi, bahwa Pulau Haruku telah bertransformasi menjadi pulau yang damai dan penuh cinta kasih," beber Gubernur.(*)

Subscribe to receive free email updates: