Taihuttu : “dibangun tol laut dengan menggunakan proyek Ambon Water Front City”
Ambon, Malukupost.com - Fraksi PDI-Perjuangan (PDIP) DPRD Kota Ambon menolak perencanaan pemerintah untuk membangun Jembatan Layang (Fly Over) tahun 2016 yang akan dibangun di kota Ambon.
Fraksi PDIP menilai proyek pembangunan senilai Rp400 miliar itu, bukan merupakan solusi yang efektif untuk menjawab masalah kemacetan yang sering terjadi di pusat kota. Hal ini disampaikan ketua Fraksi PDI-Perjuangan, Jafry Taihutu di Ambon, Senin (16/1).
“Kita pernah rapat dengan Balai Jalan Nasional, PU kota Ambon, Tata Kota, termasuk Bappeda. Dan Fraksi PDIP tidak setuju atas rencana pembangunan Fly Over. Dari presentase kendaraan bermotor diatas 80 ribuan, ternyata kebijakan pemerintah membangun JMP itu bukan mengurai kemacetan. Maka Speed kemacetan di dalam itu lebih cepat. Kemudian selain itu, proyek nasional menggunakan jalan Jenderal Sudirman, dalam hal ini under pass juga sampai sekarang belum selesai. Termasuk di depan Poka dan Rumah Tiga yang problemnya soal tanah. Atas dasar itu, sikap kami flay over bukan solusi kemacetan untuk kota Ambon,” tegasnya.
Menurut Taihuttu, rencana pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas PU untuk dibangun Mega proyek ini guna mengurai kemacetan sepanjang jalan Jenderal Sudirman, Rijali, Telukabessy dan beberapa sudut jalan lainnya yang sering dilanda kamacetan. Bahkan uji coba lahan untuk tiang pancang telah dilakukan PU Maluku. Namun saat ini masih terkendala soal lahan milik warga yang masuk dalam perencanaan proyek tersebut. Yang mana pemerintah harus melakukan pembebasan lahan terlebih dulu kepada masyarakat yang rumahnya akan terkena dampak akibat pembangunan tersebut.
“Berapa banyak rumah penduduk yang akan direlokasi jika proyek itu dijalankan. Kemudian alokasi anggaran dari mana, sementara under pass yang satu keluarga saja sampai sekarang belum jalan. Maka ini harus dipikirkan kembali untuk mencari solusi lain demi menjawab solusi kemacetan,” ujarnya.
Dijelaskan Taihuttu, proyek perencanaan Fly Over merupakan proyek usulan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Maluku. Yang akan dibangun di bentangan jalan Jenderal Sudirman (depan Batumerah) menuju jalan Rijali, Ambon, dengan biaya menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang diperkirakan berjumlah senilai Rp400 miliar.
“Ada tiga skenario terkait rencana fly over. Yakni dari Batumerah sampai ke pertigaan Karpan, dari Batumerah sampai depan super Market Frist (Belakang Soya) dan dari Batumerah sampai depan RRI jalan Achamad Yani. Namun dalam kelanjutan proyek tersebut akan mengalami kendala dalam pembebasan lahan penduduk,” ungkapnya.
Taihttu menambahkan, untuk mengatasi kemacetan di Kota Ambon. Fraksi PDIP mengusulkan agar dibangun tol laut dengan menggunakan proyek Ambon Water Front City. ada dua pintu keluar masuk menuju kota Ambon. Yaitu lewat Batumerah dari arah Baguala dan Teluk Ambon. Kemudian pertigaan gereja Rehobot (Nusaniwe). Sehingga yang dibutuhkan adalah jalan keluar tambahan dengan mengandalkan proyek Ambon Water Front City (AWFC) yang sementara dikerjakan.
"Jika di Bali dibuat tol laut, maka kota Ambon bisa dibuat seperti itu. Dan jika seandainya menggunakan konsep AWFC, maka bisa mengurai kemacetan. Dan sepanjang jalan pesisir itu ada jalan. Apakah lewat jembatan pancang atau skenario teknis mana saja maka silahkan. Ketimbang memindai kemacetan dari Jenderal Sudirman ke Rijali dan sebagainya,” pungkasnya.
Taihuttu berharap agar pemerintah provinsi, lewat Gubernur Maluku dapat mengusulkan ke Balai Jalan agar lelang tersebut dapat ditunda. Karena tidak mampu menjawab permasalahan kemacetan yang terjadi di kota Ambon. Disisi lain, Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Ambon justru mengusulkan agar pemerintah provinsi Maluku dapat menunda proyek tersebut. Karena dianggap tidak mampu menjawab kondisi kemacetan yang ada.
“Harus ada kajian lain. Saya kira pemerintah kali ini tidak melanjutkan proyek AWFC. Kalau itu dibuat, maka bentangan Tapal Kuda sampai belakang UKIM itu, harus diteruskan sampai ke Baguala. Agar akses jalan pesisir sebagai solusi, ketimbang Fly over. Dan jalan alternatif yang ada di daerah pegunungan itu harus dibuat sebaik mungkin. Agar ketika daerah kota mengalami kemacetan, maka warga akan menggunakan jalur alternatif,” tandasnya. (MP-8)