Dicopot dari Ketua DPR, Ade Komarudin "Gugat"

BLOKBERITA, JAKARTA -- Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ade Komarudin atau Akom mengatakan akan menindaklanjuti keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat yang menilai dia telah melakukan sejumlah pelanggaran etik. Hal itu membuat Ade diberi sanksi hukuman sedang dengan diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua DPR.

"Saya mempertimbangkan untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya soal keputusan MKD ini, karena ini menyangkut nama baik, bukan soal jabatan," kata Akom di Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta, Ahad, 4 Desember 2016.

Akom mengatakan sejak 1997 dia telah berupaya menjaga nama baiknya sebagai seorang politikus. Menurut dia, nama baiknya itu ia jaga dengan tidak mudah. Akom yakin fakta dan kebenaran soal tuduhan terhadap dia akan terjawab. Untuk itu, ia yakin akan memperjuangkan langkahnya terhadap MKD.

Meski begitu, Akom tidak mengatakan langkah apa yang dimaksud. Ia mengaku masih harus mempertimbangkan langkahnya itu. Untuk sementara, Akom mengatakan ingin menggelar acara pengajian di kediamannya. Hal itu akan dilakukan mengingat Akom pernah mengenyam pendidikan Islam sejak kecil.

"Saya ini orang Islam, saya dulu pesantren dan saya percaya Allah ora sare (tidak tidur). Saya akan lakukan pengajian, mungkin agak lama. Butuh waktu sekian puluh hari untuk diserahkan kepada Allah," kata Akom.

Akom berharap orang-orang yang telah menudingnya itu diberikan 'pencerahan' atas segala kekeliruan dan kegelapannya. "Langkah selanjutnya, saya pertimbangkan untuk 'meluruskan' sesuatu yang menurut saya sangat keliru. Langkah awal adalah saya ingin mereka yang menurut saya keliru supaya diberikan pencerahan oleh Tuhan," kata Akom.

Akom menolak jika langkah yang ia ambil tersebut dikaitkan dengan upaya perebutan kembali jabatan Ketua DPR. Langkah itu, kata Akom, ia ambil semata untuk mencari kebenaran meluruskan hal yang dianggap keliru. "Ini tidak baik. Sesuatu yang tak baik harus diluruskan. Kali ini memang menimpa saya, lain kali mungkin akan menimpa yang lain," ujarnya.

MKD sebelumnya menduga Ade telah melanggar etika dalam dua kasus. Pertama, Ade divonis melakukan pelanggaran etika ringan karena memindahkan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) menjadi mitra kerja Komisi Keuangan. Sebelumnya, sejumlah BUMN yang memperoleh PMN tersebut merupakan mitra kerja Komisi BUMN.

Selanjutnya, Ade dituding melanggar etika karena dianggap memperlambat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Dalam kasus ini, Ade pun terkena hukuman ringan. Jika diakumulasi, menjadi hukuman sedang. Sesuai Pasal 21 Huruf B aturan Kote Etik DPR, hukuman sedang ialah pemberhentian jabatan dari Ketua DPR. (bass/tempo)

Subscribe to receive free email updates: