Sedikitnya ada 260 orang pelajar dan guru hadir dalam kampanye yang digelar di lapangan upacara sekolah setempat.
"Untuk masalah kekerasan seksual, ada tiga bagian tubuh adik-adik yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, karena itu bagian pribadi, yakni dada, kelamin dan pantat, jika ada yang dengan sengaja menyentuhnya maka itu adalah kekerasan seksual," kata Ketua PATBM Desa Amahusu Rory Michael Matitaputty.
Ia mengatakan kasus kekerasan fisik maupun seksual terhadap anak telah menjadi perhatian utama pemerintah terkait pembangunan generasi muda yang berkualitas, dan bebas dari praktik kekerasan, baik di rumah, lingkungan tempat pergaulan maupun sekolah.
Karena itu, jika ada pelajar yang mengalami kekerasan bisa melaporkan kepada pihak PATBM, pemerintah desa setempat atau langsung ke kepolisian agar segera ditangani.
"Kalau ada adik-adik yang dipukul dengan keras oleh orang tua atau guru, tidak boleh takut untuk melaporkannya, karena pemerintah kita menjamin untuk keadilan bagi kalian," katanya.
Menurut Rory, sejauh ini belum pernah ditemukan adanya kasus kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun seksual yang terjadi di Desa Amahusu, kendati demikian pihaknya akan terus mengantisipasi, termasuk mengawasi pola sosial masyarakat setempat.
"Desa ini cukup tenang dan minim kekerasan, sejauh ini belum ada laporan di kepolisian terkait kasus kekerasan terhadap anak, tapi kami akan tetap mengawasi, kami akan turun langsung menangani jika melihat ada kejadian seperti itu," ucapnya.
PATBM Desa Amahusu, kata dia, baru dibentuk pada pertengahan tahun 2016 dan telah melaksanakan dua kali kampanye anti kekerasan terhadap anak di wilayahnya.
Kampanye pertama digelar khusus untuk para pengasuh Sekolah Minggu Tunas Pekabaran Injil (SMTPI) se- Desa Amahusu, kemudian untuk guru dan pelajar di sekolah dasar setempat.
"Kami masih menunggu keputusan dari Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak terkait kampanye akbar anti kekerasan terhadap anak dengan mengundang seluruh lapisan masyarakat, tokoh-tokoh pemerintahan, pemuda dan adat, tapi yang pasti kegiatannya akan digelar sebelum 14 Desember nanti," katanya.
Kepala Sekolah SMP Negeri 11 Ambon Jody Alexander Tomatala mengatakan mengatasi terjadinya kekerasan di sekolahnya, setiap rapat evaluasi kinerja bulanan, selalu mengingatkan staf pengajar untuk memperlakukan para siswa dengan baik dan tidak menghukum mereka secara berlebihan, apalagi memukul.
Selain itu, para guru juga diharuskan mengawasi aktivitas pergaulan antarpelajar terkait dengan kemungkinan adanya "bullying".
"Anak-anak adalah generasi penerus bangsa dan perlu mengapresiasi kampanye ini. SMP Negeri 11 selalu tenang, sampai-sampai pernah ada yang menyangka sekolahnya libur," kata Jody.