Menurut Asrif, disatu sisi bahasa daerah dikehendaki untuk tetap lestari dan berfungsi sebagai sarana komunikasi etnik, terutama pada rana keluarga, adat dan lingkungan sosial. Bahasa daerah juga diinginkan tetap sebagai lambang identitas dan kekayaan budaya etnik pemiliknya.
"Sayangnya realita berkata lain. Perlindungan bahasa daerah amat lemah. Seolah dibiarkan punah oleh pemilik bahasa itu sendiri," ujarnya.
Dikatakan Arif, akibatnya ranah bahasa daerah tergerus oleh bahasa global dan bahkan bahasa asing. Pada kondisi lain, ranah penggunaan bahasa Indonesia juga perlahan digeser oleh bahasa asing. Padahal menurut Asrif, pemerintahan bahasa daerah bertautan dengan pelestarian sastra daerah.
"Kalau bahasa daerah lestari, maka sastra di daerah itupun akan lestari," ungkapnya.
Dijelaskan Arif, menyikapi kondisi tersebut, Kantor Bahasa Maluku menyelenggarakan seminar nasional dan Kegiatan ini bertujuan guna mendiskusikan masalah dan solusi atas kondisi kebahasaan dan kesastraan di Maluku.
“Dalam seminar ini akan dibahas tentang revitalisasi bahasa daerah yang terancam punah, industri keratif berbasis bahasa dan sastra serta pengajaran sastra dan pembentukan karakter,” pungkasnya. (MP-7)