Usulan 13 DOB Wujud Program Nawacita Presiden

Ambon, Malukupost.com - Usulan pembentukan 13 daerah otonom baru (DOB) yang diajukan pemerintah provinsi (Pemprov) dan DPRD Maluku untuk membangun daerah ini sebenarnya merupakan wujud dari program nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. "Sudah benar kalau program nawacita yang dicetuskan Presiden Jokowi dan Wapres JK untuk membangun dari pinggiran, dalam hal ini kawasan timur Indonesia," kata Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans, di Ambon, Senin (3/10). Menurut Frans, kalau Presiden berharap DOB jangan terlalu membebani APBN itu hal biasa. Harapan seperti itu dari satu Presiden ke Presiden lainnya selalu ada bahasanya, kiranya DOB tidak membebani APBN. "Sekarang pertanyaannya daerah baru membebani APBN lalu uangnya ke mana. Khan tetap membangun untuk kesejahteraan warga negaranya, bangun daerah di dalam negaranya dan Indonesia tidak akan pernah keluar dari jeratan kemiskinan selama rakyat di daerah tidak bisa keluar dari kemiskinan," ujar Melkias. Frans katakan, mengenai cakupan negara dan daerah, Indonesia maju kalau daerahnya maju, kemudian daerah maju kalau desanya maju dan masyarakatnya sejahtera kalau di provinsi itu sudah keluar dari kemiskinan dan sama di kabupaten hingga desa. Dijelaskan Frans, justru yang membebani keuangan negara dan mesti dipertanyakan ramai-ramai, mengapa anggaran negara terlalu banyak diberikan kepada BUMN yang tujuannya untuk menambah pendapatan negara tetapi sebaliknya justru menjadi parasit. “Setiap tahun keluar ratusan triliun rupiah untuk dikasih kepada BUMN tetapi hasilnya apa yang dibalikkan kepada negara. Yang ada hanya kerugian harus dipikul negara. Bila triliunan rupiah itu diberikan ke daerah ruginya di mana. Karena daerah bisa terbangun dan rakyat mendapatkan uang untuk membiayai kerja dan meningkatkan pendapatan," tandasnya. Frans menambahkan, selain itu, dalam penjelasan Komite I DPD-RI meminta pemerintah agar 60 persen DOB ada di kawasan timur Indonesia, karena selama ini APBN difokuskan untuk wilayah barat. "Kita di bagian timur ini juga cemburu karena sama-sama mempunyai andil besar untuk mendirikan dan membangun republik ini," katanya. Diungkapkan Frans, daerah Maluku ini juga mengarah kepada daerah yang kaya dengan potensi sumber daya alamnya dan dari dahulu dikelola negara kemudian tidak ada regulasi yang berpihak kepada daerah dan masyarakat untuk mengelola potensi SDA khususnya di Maluku. “Hutan di Maluku sejak dahulu dibabat habis atas nama negara seperti di Seram dan Mangole untuk kayu lapis, dimana perizinannya kepada pengusaha dari pusat. Regulasi mengatur kita hanya bisa menangkap ikan antara 4-6 mil laut dari garis pantai, kita tangkap ikan teri lalu pengusaha luar tangkap ikan besar," kata Melkias. Frans menegaskan, sama halnya dengan masalah tambang juga menjadi pengelolaan negara, contoh di Wetar dari 1984 atau 1985 dikelola sampai selesai tapi berapa banyak hasilnya kepada negara. Juga tidak diketahui pasti kalau bagi hasil dari berapa persen dan daerah mendapatkan berapa banyak. “Karena itu kalau Maluku menuntut 13 DOB harus dikasih sebab wilayah ini punya potensi sumber daya alam. Andaikata kita mengelola sendiri potensi SDA,jumlah penduduknya hanya sedikit dan semua orang bekerja tetapi masih membutuhkan tenaga dari luar," pungkasnya. Jadi usulan 13 DOB itu sebenarnya bertujuan untuk pembangunan dan mengejar ketertinggalan daerah yang selama ini terjadi diskriminasi anggaran dan pembangunan. (MP-3)
Ambon, Malukupost.com - Usulan pembentukan 13 daerah otonom baru (DOB) yang diajukan pemerintah provinsi (Pemprov) dan DPRD Maluku untuk membangun daerah ini sebenarnya merupakan wujud dari program nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.

"Sudah benar kalau program nawacita yang dicetuskan Presiden Jokowi dan Wapres JK untuk membangun dari pinggiran, dalam hal ini kawasan timur Indonesia," kata Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans, di Ambon, Senin (3/10).

Menurut Frans, kalau Presiden berharap DOB jangan terlalu membebani APBN itu hal biasa. Harapan seperti itu dari satu Presiden ke Presiden lainnya selalu ada bahasanya, kiranya DOB tidak membebani APBN.

"Sekarang pertanyaannya daerah baru membebani APBN lalu uangnya ke mana. Khan tetap membangun untuk kesejahteraan warga negaranya, bangun daerah di dalam negaranya dan Indonesia tidak akan pernah keluar dari jeratan kemiskinan selama rakyat di daerah tidak bisa keluar dari kemiskinan," ujar Melkias.

Frans katakan, mengenai cakupan negara dan daerah, Indonesia maju kalau daerahnya maju, kemudian daerah maju kalau desanya maju dan masyarakatnya sejahtera kalau di provinsi itu sudah keluar dari kemiskinan dan sama di kabupaten hingga desa.

Dijelaskan Frans, justru yang membebani keuangan negara dan mesti dipertanyakan ramai-ramai, mengapa anggaran negara terlalu banyak diberikan kepada BUMN yang tujuannya untuk menambah pendapatan negara tetapi sebaliknya justru menjadi parasit.

“Setiap tahun keluar ratusan triliun rupiah untuk dikasih kepada BUMN tetapi hasilnya apa yang dibalikkan kepada negara. Yang ada hanya kerugian harus dipikul negara. Bila triliunan rupiah itu diberikan ke daerah ruginya di mana. Karena daerah bisa terbangun dan rakyat mendapatkan uang untuk membiayai kerja dan meningkatkan pendapatan," tandasnya.

Frans menambahkan, selain itu, dalam penjelasan Komite I DPD-RI meminta pemerintah agar 60 persen DOB ada di kawasan timur Indonesia, karena selama ini APBN difokuskan untuk wilayah barat.

"Kita di bagian timur ini juga cemburu karena sama-sama mempunyai andil besar untuk mendirikan dan membangun republik ini," katanya.

Diungkapkan Frans, daerah Maluku ini juga mengarah kepada daerah yang kaya dengan potensi sumber daya alamnya dan dari dahulu dikelola negara kemudian tidak ada regulasi yang berpihak kepada daerah dan masyarakat untuk mengelola potensi SDA khususnya di Maluku.

“Hutan di Maluku sejak dahulu dibabat habis atas nama negara seperti di Seram dan Mangole untuk kayu lapis, dimana perizinannya kepada pengusaha dari pusat. Regulasi mengatur kita hanya bisa menangkap ikan antara 4-6 mil laut dari garis pantai, kita tangkap ikan teri lalu pengusaha luar tangkap ikan besar," kata Melkias.

Frans menegaskan, sama halnya dengan masalah tambang juga menjadi pengelolaan negara, contoh di Wetar dari 1984 atau 1985 dikelola sampai selesai tapi berapa banyak hasilnya kepada negara. Juga tidak diketahui pasti kalau bagi hasil dari berapa persen dan daerah mendapatkan berapa banyak.

“Karena itu kalau Maluku menuntut 13 DOB harus dikasih sebab wilayah ini punya potensi sumber daya alam. Andaikata kita mengelola sendiri potensi SDA,jumlah penduduknya hanya sedikit dan semua orang bekerja tetapi masih membutuhkan tenaga dari luar," pungkasnya.

Jadi usulan 13 DOB itu sebenarnya bertujuan untuk pembangunan dan mengejar ketertinggalan daerah yang selama ini terjadi diskriminasi anggaran dan pembangunan. (MP-3)

Subscribe to receive free email updates: