KPK Pastikan Tidak Kalah Melawan Nurhadi Dalam Kasus Grup Lippo

Ilustrasi

Gemariau.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, dalam kasus dugaan suap pengamanan Peninjauan Kembali (PK) grup Lippo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Ketua KPK, Agus Rahardjo, menjelaskan, pengumpulan bukti-bukti tersebut untuk menguatkan dugaan keterlibatan Nurhadi dalam kasus yang menyeret Panitera PN Jakpus, Edy Nasution.

Menurut Agus, Nurhadi mengerti betul masalah hukum. Jika bukti tidak kuat, besar kemungkinan Nurhadi bakal lepas dari pengembangan kasus.

"Kami kan tidak ingin kalah dalam persidangan. Karena itu harus kuat betul bukti yang dibawa. Apalagi kita mengetahui beliau (Nurhadi) itu orang yang sangat mengetahui hukum," ujar Agus dalam acara temu media Jurnalis Lawan Korupsi, di Tanakita, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (20/8).

Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa KPK tidak memiliki keraguan akan adanya fakta persidangan yang menyebut Nurhadi sebagai "promotor", serta soal penemuan dokumen perkara grup Lippo dalam pengeledahan. Tetapi bukti dan fakta persidangan belum cukup untuk menjerat Nurhadi.

"Kami ingin memperkuat alat-alat bukti yang sekiranya bisa kami kumpulkan. (Bukti-bukti) apa saja, saya enggak bisa ceritakan itu satu-satu," tutup Agus.

Dalam persidangan kasus dugaan suap pengamanan PK grup Lippo di PN Jakpus terkuak sejumlah fakta mengenai peran Nurhadi. Misalnya, fakta bahwa Nurhadi meminta percepatan pengiriman berkas anak perusahaan Lippo Group yang sedang bersengketa di PN Jakpus.

Pada 30 Maret 2016, Edy selaku panitera yang sudah menjadi terdakwa KPK dalam kasus ini, pernah dihubungi Nurhadi. Ia diminta mengirim berkas perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media ke MA. Padahal, batas waktu pengajuan pendaftaran PK salah satu anak perusahaan di Grup Lippo itu sudah lewat.

Permintaan Nurhadi tersebut tertulis dalam surat dakwaan terdakwa Doddy Aryanto Supeno. Doddy diketahui merupakan pegawai PT Artha Pratama Anugera yang merupakan anak perusahaan grup Lippo.

Selain itu, dalam persidangan lanjutan yang menghadirkan karyawan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah, Wresti Kristian Hesti, sebagai saksi, disebutkan banyak perkara di PN Jakpus yang disertai memo ke promotor. Wresti menyebut promotor yang dimaksud adalah MA Nurhadi.

Belakangan, saat Nurhadi dihadirkan menjadi saksi, dirinya membantah tuduhan itu. Nurhadi mengaku banyak pihak yang sering mencatut namanya untuk mempermudah perkara.

Nurhadi juga menyebut dokumen yang disobek bukan berkas perkara Grup Lippo, melainkan perkara putusan Bank Danamon. Dokumen tersebut ditemukan KPK dalam pengeledahan di rumah Nurhadi. [rmol/grc]

Subscribe to receive free email updates: