Berdasarkan pantauan, aksi itu dilakukan di tiga lokasi berbeda, Senin (10/9). Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tual melaksanakan aksinya di Pertigaan Wearhir Kota Tual, Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Pertigaan Lampu Merah Ohoijang Malra, serta Pemuda Taar menggelar aksi di Perempatan UN Wartel Kota Tual.
Ketua Presidium PMKRI Malra, Damianus Gerenz Ohoiwutun menyatakan aksi turun ke jalan mereka lakukan terkait Isu akan adanya kegiatan deklarasi dengan topik Ganti Presiden 2019 serta akan hadirnya Ratna Sarumpaet di bumi Larvul Ngabal Malra dan Tual.
"Menurut kajian kami, guna menghindari pertikaian serta doktrin yang nanti memicu perpecahan bangsa sampai di daerah Kei ini serta hal-hal yg dapat merusak kebersamaan persaudaraan serta nilai etika yg ada, maka kami PMKRI menolak kehadiran Ratna Sarumpaet di daerah ini," katanya.
Damianus menyatakan Negara memberikan kebebasan kepada setiap warganya, namun perlu dipahami dan dilaksanakan dengan penuh etika yang bermartabat guna menuju Indonesia yg adil dan makmur.
"Sudah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai elemen bangsa untk tetap harus menjaga dan merawat Pancasila guna NKRI yang dicetuskan tanggal 17 Agustus 1945 tetap satu, utuh, dan berkeadilan," katanya.
"Siapapun yang menjadi Presiden nantinya merupakan Presiden kita semua, sehingga kami menyatakan sikap tetap mengawal proses Pemilu Presiden, agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merusak kehidupan berbangsa di Indonesia juga kehidupan orang basudara di bumi Larvul Ngabal ini," katanya menambahkan.
Ketua Cabang PMII Tual, Abas Wahid Rabrusun mengungkapkan aksi turun ke jalan hari ini karena keterpanggilan hati nurani, dan ini sudah melalui kajian yang cukup matang dari tingkat komisariat dan cabang organisasi PMII.
"Aksi yang kami lakukan ini memiliki tujuan, yang pertama yakni berbicara tentang #2019 Ganti Presiden, dan yang kedua Kami menolak kedatangan Ratna Sarumpaet di bumi Larvul Ngabal," katanya.
Ia menjelaskan, #2019 ganti Presiden terkesan dipaksakan dan sangat menyinggung rasa kebangsaan, karena Presiden adalah lambang negara, di dalamnya terdapat pemerintahan dan masyarakat.
"Menurut hemat saya, hal itu dilakukan dengan tujuan untuk merusak persatuan dan kesatuan bangsa, karena kemungkinan besar itu sengaja dibuat untuk merongrong sistem pemerintahan yang ada saat ini. Selaku pemuda, aksi ini kami lakukan karena kami juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan Negara ini, lebih khusus daerah kami," katanya.
Abas juga menyatakan sikap menolak kedatangan Ratna Sarumpaet telah melalui kajian terhadap biografi yang bersangkutan.
"Kami khawatir daerah Kota Tual dan Malra akan kemasukan virus yang negatif. Karena seperti kita ketahui, kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara memiliki tatanan adat dan budaya serta kehidupan yang harmonis dalam bingkai kehidupan Ain Ni Ain, Karena itu, kami akan menghadang di bandara Ibra, jika yang bersangkutan bersikeras untuk datang," katanya.
Jarles Taranten, koordinator aksi Pemuda Taar menegaskan pihaknya menolak dengan tegas kedatangan Ratna Sarumpeat dan Deklarasi #2019 Ganti Presiden, dan jika dipaksakan mereka akan menduduki Bandara Karel Sadsuitubun Malra dan "sasi" semua instansi yang berada di atas petuanan Taar.
Dalam aksinya, para mahasiswa dan pemuda itu membawa pamflet-pamflet bertuliskan Satu hati Indonesia, "Peace" Kota Tual untuk Indonesia, Tolak provoktor ke Bumi Larvul Ngabal, Menolak kehadiran Rombongan Ratna Sarumpeat di Bumi Larvul Ngabal, serta Menolak deklarasi #2019 Ganti Presiden di Bumi Larvul Ngabal. (MP-4)