Silih berganti pemandangan alam Aru nan hijau dan sungai air laut dengan bakau-bakau tebal. Suara burung cendrawasih yang direkam Miquel Garcia dari Swiss juga terdengar. Puluhan aktivis pecinta alam bertepuk tangan menyaksikan tayangan video yang menggambarkan sekilas kolaborasi dalam gerakan Save Aru.
“Jika tanah sebagai ruang hidup mau dirampas, jika tiada kawan berjuang, kepada siapa masyarakat adat bisa berlindung? Sebuah koalisi besar, masyarakat adat, perempuan, pemuda, mahasiswa, dosen, peneliti, guru besar, tokoh agama, pegawai negeri sipil, jurnalis, seniman, komunitas-komunitas kreatif, para pecinta alam, dan berbagai stakeholder dari Aru, merambah Maluku, merambah Indonesia, sampai ke lima benua di muka Bumi,” demikian sepotong narasi yang dibacakan pemandu acara Mark Ufie seusai pemutaran video tadi.
“Gerakan Save Aru menjadi model perjuangan masyarakat adat yang berhasil karena semangat sukarela, kolaborasi, solidaritas, dan anti kekerasan. Pertama dalam sejarah, media sosial diberdayakan untuk advokasi lingkungan yang berhasil mengubah kebijakan negara,” lanjut Mark Ufie, lantas mengundang Habib Almascatie naik ke atas panggung.mewakili ribuan orang yang pernah bergabung dalam gerakan Save Aru.
Perhimpunan Kreativitas Anak-Anak Alam (Kanal) Maluku memang memilih gerakan Save Aru sebagai penerima Anugerah Hijau Kanal Rupidara 2018 untuk kategori pergerakan rakyat dalam membela lingkungan hidup.
Menurut Kanal Maluku, gerakan yang menggunakan tagar #SaveAruIslands untuk melawan rencana pembangunan kebun tebu dan pabrik gula di Kepulauan Aru dinilai sangat layak mendapat penghargaan sebab berhasil menggagalkan kerusakan lingkungan, dengan menggunakan cara-cara damai.
Ketua Umum Perhimpunan Kanal Maluku M. Azis Tunny dalam Malam Penganugerahan di Hotel Santika Ambon, Sabtu (1/9) malam, menyebutkan gerakan Save Aru yang dipimpin Mika Ganobal di Dobo merupakan model kolabosi masyarakat adat bersama para aktivis, jurnalis, akademisi, ulama, dan beragam penyandang kepentingan dari kampung sampai ke seluruh dunia.
“Terima kasih saya sampaikan kepada masyarakat adat Aru yang telah melibatkan kami semua untuk sama-sama bergerak,” kata Almascatie saat menerima plakat Anugerah Hijau Kanal Rupidara.
Almascatie sendiri dalam gerakan Save Aru dipercaya sebagai koordinator media sosial. Dia menyebutkan, melalui media sosial, gerakan Save Aru menjadi besar dan melibatkan orang-orang di lima benua.
Para aktivis pecinta alam di Ambon menyambut gembira anugerah untuk gerakan Save Aru. Fathul Kwairumaratu membacakan puisi “Aru, Tarik Busurmu” sebagai rasa hormat kepada gerakan Save Aru.
“Saya bangga bisa membacakan puisi untuk Aru,” ujar Fathul.
Selain Gerakan Save Aru Islands, Perhimpunan Kanal Maluku juga memberikan anugerah yang sama kepada Green Moluccas yang dipimpin Irene Sohilait, harian Kabar Timur, dan aktivis kemanusiaan Yanes Balubun.
Anugerah Hijau Kanal Rupidara pertama kali diberikan tahun 2014 kepada Kepala Kewang Negeri Haruku Eliza Kisya, Dominggus Sinanu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Maluku, dan LKBN Antara Biro Maluku.
Nama Rupidara diambil dari nama Rudolf Rupidara asal Pulau Kisar, yang menerima penghargaan Kalpataru dari Presiden Soeharto sebagai perintis lingkungan atas jasanya menanam pohon akasia di lahan gersang.
(Rudi Fofid/Maluku Post/foto save aru-revelino berry)