"Sampai hari ini masih ada sejumlah sekolah terutama, sekolah swasta di kota Ambon yang menolak pelaksanaan program imunisasi MR," katanya di Ambon, Selasa (28/8).
Ia mengatakan, kontroversi imunisasi campak MR di beberapa daerah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat terkait keamanan dan kehalalan vaksin.
"Kontroversi keamanan dan kehalalan vaksin membuat pihak sekolah, terutama orang tua belum bersedia pemberian imunisasi MR kepada anak, tetapi kami tetap berupaya agar seluruh siswa SD hingga SMP diberikan vaksin MR," ujarnya.
Wendy menjelaskan, pemerintah mewajibkan pelaksanaan imunisasi MR sebagai vaksin wajib untuk mencegah penyakit measles atau campak dan rubella untuk anak usia 0 -15 tahun.
Pihaknya telah menerima surat edaran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi ke sekolah yang menolak pemberian vaksin.
"Kami tetap menjalankan kampanye imunisasi MR. Dari sisi kesehatan, tentu kami berkewajiban untuk melindungi anak-anak dan masyarakat dari bahayanya penyakit Campak dan Rubella," katanya.
Tujuan imunisasi MR, lanjutnya, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap campak rubella, cepat memutuskan transmisi campak rubella, menurunkan angka kesakitan dan kejadian.
Vaksin "measles rubella" diberikan untuk melindungi anak Indonesia dari penyakit kelainan bawaan seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, kelainan jantung dan retardasi mental.
Ia menyatakan, pelaksanaan program imunisasi MR di Ambon mencapai 35 persen, terutama untuk siswa, sedangkan untuk Bayi dan Balita akan dilakukan di Posyandu mulai 1 September 2018.
"Kita menargetkan kota Ambon pelaksanaan imunisasi terealisasi 100 persen, dengan menyisir seluruh sekolah yang siswanya siap untuk divaksin, sedangkan yang masih menolak akan dilanjutkan pada September 2018," tandasnya. (MP-4)