![]() |
Catatan oleh Rudi Fofid |
Fajar milenium ketiga terbit di Maluku, ketika konflik orang basudara sedang membara. Ada banyak kisah duka yang bikin air mata tumpah. Luar biasa bahwa dari situasi yang porak-poranda, anak-anak kandung Maluku yang muda remaja usia emas, bangkit bersuara. Jalan hiphop dipilih oleh para pendatang baru, anak-anak “balander” kemarin sore yang dituduh masih mentah musikal dan bukan siapa-siapa dalam peta musik di Maluku.
Fantastik! Secara otodidak dan tanpa referensi, para muda belasan tahun itu, mulai menyemai. Hasilnya, hiphop tumbuh paling progresif. Dari ruang studio rumahan nan sempit dan sederhana, para muda memproduksi lagu yang merambah dunia. Mereka juga membuat lagu dalam spirit "fuck the sistem" dan sederet maki lain seperti maki PLN, maki RMS, maki boy band, dan sebagainya.
Dalam sekejap hiphop menjadi aksentuasi di tengah industri musik yang monoton dan status quo, terutama dalam tajuk pop daerah yang dominan romantis, mendayu, hingga kuyu. Berawal dari pengenalan, penolakan, sampai akhirnya bisa diterima. Berawal dari panggung-panggung kecil di kampung, pantai, trotoar, sampai akhirnya didaulat ke panggung utama ibukota negara.
![]() |
Pentolan hiphop Maluku Gilang Ayuba dan Morika Tetelepta (crtsy mtribeentertainment) |
Musik hiphop memang sempat mengalami penolakan-penolakan dari kalangan penikmat musik tradisional-konvensional. Hiphop tidak sedap di telinga, bagi mereka pengagum alunan klasik. Genre ngoceh ini direspon dengan ngoceh juga ternyata.
“Dong manyanyi dong pung lagu apa? Seng ada akang pung seni sadiki lae,” begitulah kerap suara protes di rumah para rapper. Anak rapper, orang tua anti musik hiphop.
“Wan umat kafrehe kaftumbuk. Ot limlamur siksikar wat!” Itu reaksi orang tua di Kei. Artinya, hiphop itu bagaikan orang berkelahi, baku pukul, dan hanya bikin rusak nyanyian.
Tahun 2001-2010 adalah periode embrio, janin, bayi, dan tahun perjuangan bagi hiphop Maluku. Para muda, sahabat masa kecil maupun kawan-kawan baru berkumpul berkreasi sampai menghasilkan karya-karya bersama. Periode ini didominasi komunitas terkenal Molukka Hiphop Community (MHC), yang berdiri tahun 2008. Mereka tidak saja menumpuk di Ambon melainkan juga di berbagai kota di Tanah Jawa. Mereka menulis lirik, membuat komposisi musik, masuk studio rumahan dengan peralatan seadanya saja, lahirlah lagu-lagu baru maupun daur ulang yang menghentak.
Lagu "Maluku Panggel Pulang" terbilang fenomenal. Para rapper MHC berkolaborasi dengan rapper Belanda Ambonwhena Aratwaman. Dengan vokalis handal Arles Tita, dan rapper Morika Tetelepta, Althien Pesurnay, dan Gilang Ayuba, musiknya dirakit apik Mocharizma, lagu ini mampu menggugah persaudaraan secara riang sekaligus haru. Hampir 300 ribu orang menonton video yang disebar di Youtube.
“Maluku Panggil Pulang” menjadi buah bibir ketika bintang sepakbola Belanda Giovanni Van Bronckhorst menutup karir sepakbola. Dalam pertandingan perpisahan Feyenoord (Belanda) versus Real Malorca (Spanyol), 25 Juli 2010 diakhiri seremoni perpisahan, lagu “Maluku Panggil Pulang” membahana di seantero Stadion Feyenoord, Rotterdam.
Ada banyak jejak MHC baik secara komunitas, grup maupun personal. Beruntung MHC tidak hanya bermusik. Mereka juga menggelar panggung karitatif, kampanye advokasi, resolusi konflk, selain pembelajaran hiphop bagi para pendatang baru.
Pasca 2010, MHC tidak sendiri. Semakin banyak muncul rapper-rapper baru yang independen, membentuk grup, dan juga komunitas. Hiphop tidak terpusat di Ambon sebab pada saat yang bersamaan, hiphop juga mekar di Ternate, Tual, dan kota-kota lain Maluku.
Di Ambon, selain MHC, ada pula komunitas Tahury, HMB, Alifuru dan komunitas lain, yang bila dihimpun semuanya mencapai ratusan orang. Masing-masing tumbuh dengan riwayatnya sendiri-sendiri, pilihan gaya dan ragam hiphop yang unik, saling mendukung dalam relasi sesama musisi.
Hiphop Maluku terus menyeruak dengan kejutan-kejutan. Para musisi yang semula unyu-unyu, kini telah matang dan tenang. Masa puber hiphop Maluku sudah berlalu. Hiphop dari akar rap yang memang ngoceh protes, marah, hingga maki, semua ada di sini. Hebatnya, para rapper “zaman now” telah mengubah maki menjadi puja. Rasa hormat pada tanah, bunda, juga Kemuliaan Tuhan sudah dipersembahkan melalui hiphop. Hiphop yang hidup di jalan, kini sudah sampai di dalam gereja sebagai bagian dari ibadah.
Regenerasi di dunia hiphop Maluku terus berjalan. Setelah angkatan Morika Tetelepta-Gilang Ayuba (Gilang I. Ramadhan), muncul Ryo Diaz, Krimayos Rumadjak, Grizzly, Filaz Sinmiasa dkk, telah muncul lebih seratus nama baru yang tak kalah berkilau.
Hiphop Maluku kini menjadi penuh warna dan makin kaya dengan figur-figur segar Kenza Trona, JFlaa Jelvi SalaMarssy, Muhammad Aditya Jibran, Erzal Blae, Patrick Leleury, Ailatat Syam, Felish Santoso, dan barisan panjang rapper lainnya.
Generasi paling remaja sekarang adalah Marco Sopamena, dan kelompok ajaib Satu Manumata. Satu Manumata sangat mungkin melampaui para seniornya. Dalam usia sangat belia, mereka bisa menjadi juara di panggung dewasa. Mereka sepanggung dengan Glenn Fredly dan Trio Lestari, bincang-bincang dengan Menteri Susi Pujiastuti, hingga muncul sebagai tamu spesial di Mata Najwa yang wah. Personil Satu Manumata yakni Uthe, Everd, Oscar, dan Jo adalah harapan hiphop Maluku masa depan.
Jika dihitung-hitung, meledaknya musik hiphop di Maluku dimulai dari tahun 2008 sampai kini 2018, baru sepuluh tahun hiphop Maluku bangkit dan bergerak. Hiphop telah hadir dan bertahan secara mandiri, progresif dan mendunia. Para rapper telah mengelola musik hiphop dari maki menjadi puja, dari sekadarnya menulis lirik dalam kamar, sampai harus riset pustaka dan studi lapangan.
Mengakhiri tulisan sederhana ini baguslah kita menyimak pesan Mocharizma untuk komunitas Hip Hop, sebagaimana disiarkan hiphopindo.net.
"Mulai sekarang stop pola pikir yang terlalu mengandalkan orang lain, dan “gw terbatas karena keuangan gw”. Kembangkan semua bakat yang elo punya, dan jangan main aman karena sudah bisa nge-rap on beat, tapi terus gali dan cari sesuatu yg baru. Berhenti jadi juri yang cuma bisa bilang “Yah, Hip Hop di Indonesia gini-gini doang,” atau “Lagu dia katro,” dan “Bahasa Inggrisnya caur banget”. Mulai sekarang lakukan sesuatu, turun, dan kenali medan perangnya." Demikian Mocharizma, beatmaker keras.
Pesan Mocharizma tentu bisa dipakai. Para rapper di Maluku tentu bukan bejana kosong, tapi mengasah kualitas, melahirkan yang baru, asli dan unik, adalah medan gulat yang tiada akhir. Melihat pergerakan komunitas-komunitas hiphop di Maluku, kita perlu optimis bahwa Maluku punya kharisma hiphop tersendiri. Apalagi para rapper Maluku telah giat dalam banyak pentas musik untuk perdamaian, musik untuk hak azas manusia, musik untuk bela lingkungan, musik lawan korupsi, dan musik untuk kemuliaan Tuhan. Semoga Tete Manis sayang para rapper Maluku.
Penulis adalah Redaktur Pelaksana Media Online Maluku Post