"Peningkatan ini disebabkan naiknya indeks harga yang diterima petani (IT) sebesar 1,17 persen lebih tinggi dari peningkatan indeks harga yang dibayar petani (IB) tercatat sebesar 0,78 persen," kata Kepala BPS Maluku, Dumangar Hutauruk, di Ambon, Senin (3/7).
NTP tertinggi pada Juni 2017, masih dicapai sub sektor tanaman hortikultura yang mencapai 110,37.
Sedangkan, terendah masih tetap pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat yang bertahan pada level di bawah 100 yaitu sebesar 92,26.
Dia menjelaskan, peningkatan NTP pada Juni 2017 disebabkan naiknya NTP pada empat subsektor yakni tertinggi pada subsektor perikanan sebesar 0,99 persen, diikuti tanaman perkebunan rakyat 0,64 persen, tanaman pangan 0,38 persen dan sub sektor peternakan sebesar 0,24 persen.
Sedangkan NTP subsektor tanaman hortikultura mengalami penurunan sebesar 0,14 persen dibandingkan Mei 2017.
Dumangar mengatakan, peningkatan pada subsektor perikanan disumbangkan oleh naiknya NTP pada kelompok perikanan tangkap sebesar 1,32 persen.
NTP Provinsi Maluku tanpa subsektor perikanan tercatat sebesar 100,57, atau naik 0,31 persen dibanding Mei 2017.
Pada Juni 2017 terjadi inflasi perdesaan di Provinsi Maluku sebesar 0,95 persen yang disumbangkan oleh semua kelompok pengeluaran yakni tertinggi pada kelompok bahan makanan sebesar 1,53 persen, diikuti kelompok sandang 1,07 persen.
Selanjutnya kelompok perumahan 0,62 persen, makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,33 persen, transportasi dan komunikasi sebesar 0,10 persen serta pendidikan, rekreasi dan olahraga masing-masing sebesar 0,09 persen dengan terendah kelompok kesehatan yakni 0,07 persen.
Dumangar mengemukakan, beberapa komunitas yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi perdesaan di Maluku adalah ikan cakalang, bawang putih, kacang panjang, biaya listrik PLN Gol I, dan cabai merah.
Khusus nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) Provinsi Maluku pada Juni 2017 tercatat sebesar 122,78, naik sebesar 1,17 persen, dibanding Mei 2017 yang tercatat 121,36. (MP-2)