Menurut Ketua KPPU Syarkawi Rauf, pihak Sevel baru akan melapor kepada KPPU terkait rencana akuisisi tersebut. Namun entah mengapa rencana itu batal dilaksanakan. Malah, tiba-tiba muncul kabar ditutupnya seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia.
’’Informasi ini sejak awal katanya Sevel akan diambil alih bisnis besar Charoen Pokphand. Namun saya enggak tahu prosesnya bagaimana, apakah hitung-hitung bisnis dan akhirnya malah tutup,” kata Syarkawi kepada JawaPos.com, Kamis (29/6).
Menurutnya, saat proses akuisisi tersebut, pihak Sevel belum sempat lapor secara resmi kepada KPPU. Syarkawi menjelaskan sebuah perusahaan memutuskan akuisisi bisa bermacam-macam, entah karena sedang kesulitan keuangan atau memang hendak ekspansi.“Akuisisi bisa alasan macam-macam, kesulitan keuangan atau adanya mau ekspansi,” jelasnya.
Nah, pernyataan Ketua KPPU Syarkawi Rauf persis dengan surat resmi yang diterima dari sumber JawaPos.com. Surat itu ditandatangani Direktur PT Modern Internasional Chandra Wijaya dan ditujukan kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) perihal keputusan penutupan gerai-gerai Sevel.
Dalam suratnya, Chandra Wijaya menuliskan adanya keterbatasan sumber daya. Selain itu, disebutkan pula di dalam surat tersebut terjadinya pembatalan kesepakatan dengan PT Charoen Pokphand Restu Indonesia. Isinya sebagai berikut:
Bersama dengan surat ini, kami bermaksud untuk menginformasikan bahwa per tanggal 30 Juni 2017, seluruh gerai 7-Eleven di bawah manajemen PT Modern Sevel Indonesia yang merupakan salah satu entitas anak Perseroan akan menghentikan kegiatan operasionalnya.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh Perseroan untuk menunjang kegiatan operasional gerai 7-Eleven setelah Rencana Transaksi Material Perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience store di Indonesia dengan merk waralaba 7-Eleven beserta aset-aset yang menyertainya oleh PT Modern Sevel Indonesia sebagai salah satu entitas anak dari Perseroan kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia, mengalami pembatalan karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak berkepentingan.
Hal-hal material yang berkaitan dan yang timbul sebagai akibat dari pemberhentian operasional gerai 7-Eleven ini akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku dan akan diselesaikan secepatnya.
JawaPos.com sudah berusaha untuk mengonfirmasi kepada Chandra Wijaya perihal surat dan kegagalan akuisisi oleh PT Charoen Pokphand sebagai penyebab tutupnya gerai 7-Eleven di seluruh Indonesia. Namun, hingga berita ini diturunkan, Kamis (29/6) malam pukul 21.00, belum ada respon dari yang bersangkutan.
Besok, seluruh gerai dipastikan sudah ditutup massal. Dalam perjalanannya, muncul alasan kegagalan 7-Eleven bertahan diduga karena kesalahan pengelolaan dan larangan menjual minuman beralkohol. Pihak Sevel sangat tertutup dan sulit dimintai konfirmasi. Dari mulai Direktur, Sekretaris Perusahaan, jajaran direksi, hingga humas tak ada satupun yang menanggapi penutupan itu.
Menanggung Hutang Rp 1,3 T
Kinerja dari PT Modern Internasional Tbk (MDRN) selaku induk usaha dari PT Modern Sevel Indonesia (MSI) hingga saat ini masih terseok-seok. Hingga kuartal I-2017 perseroan mengalami kerugian hingga Rp 447,9 miliar.
Melansir dari laporan keuangan konsolidasian perseroan, Senin (3/7/2017), kerugian perseroan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi perseroan di kuartal I-2016 yang masih mampu membukukan laba sebesar Rp 21,3 miliar.
Rapor merah perseroan sepertinya juga dibebani dengan meningkatnya pos liabilitas atau utang. Tercatat total liabilitas MDRN meningkat dari Rp 1,34 triliun di kuartal I-2016 menjadi Rp 1,38 triliun di kuartal I-2017.
Peningkatan total liabilitas terbesar terjadi di liabilitas jangka pendek yang naik dari Rp 1,03 triliun menjadi Rp 1,07 triliun. Sementara total liabilitas jangka panjang masih tetap sebesar Rp 305,01 miliar.
Total aset perseroan juga turun 20,84% dari Rp 1,98 triliun menjadi Rp 1,57 triliun. Di mana terdiri dari total aset lancar sebesar Rp 335,6 miliar dan total aset tidak lancar sebesar Rp 1,23 triliun.
Selain itu berdasarkan akta fidusia, mesin dan peralatan sebesar Rp 580,6 miliar digunakan sebagai jaminan atas pinjaman bank jangka pendek dan panjang dari deretan bank yang sama. (bass/dtc/jawapos)