Kesaksian Nazarudi kali ini berbeda dengan yang pernah disampaikan saksi mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno. Nazaruddin bilang ada bancakan alias bagi-bagi duit kepada pimpinan Komisi II oleh Mustokoweni dilakukan sebelum Juni 2010.
Menurut Nazarudin, uang diberikan sebelum Mustokoweni meninggal. "Soal penyerahan uang di ruangannya Mustokoweni, saudara tahu kapan meninggalnya?" tanya jaksa KPK, Irene Putri.
" 2010. Bulannya lupa," jawab Nazaruddin.
" Apakah penyerahan uang di ruang Mustokoweni dilakukan sebelum meninggal?" jaksa Irene bertanya lagi.
" Sebelum," kata Nazaruddin tegas.
" Soalnya kemarin ada yang bilang penyerahan uangnya pada September 2010," timpal Irene.
" Iya meninggal di Semarang 2010. Tapi sebelum (meninggal)," tandas Nazaruddin.
Pada persidangan sebelumnya, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno memberi kesaksian bahwa ia tidak pernah menerima cipratan duit dugaan korupsi e-KTP .
" Sekitar bulan September 2010 di ruang kerja Mustokoweni, Andi Narogong membagi uang. Mustokoweni meninggal 18 Juni 2010. Tidak masuk akal kalau ada rapat di ruangan beliau," kata Teguh dalam sidang pekan lalu.
Meski begitu Teguh mengakui bahwa pada bulan Mei 2010 ada dua kali rapat eKTP. Namun ia mengklaim tidak menghadiri rapat tersebut lantaran menjalani terapi medis. (bmw/kontan)
Anas dan Andy Minta Jatah Rp 500 M
Mantan bendahara Partai Demokrat memberi kesaksian bahwa rekan separtainya Anas Urbaningrum membuat kesepakatan dengan Andy Agustinus agar mendapat jatah Rp 500 miliar dari anggaran e-KTP.
Namun, karena Anas punya kebutuhan untuk kongres Partai Demokrat di Bandung, akhirnya diberikan dulu uang sebesar Rp 20 miliar.
" Dapat, Yang Mulia, waktu itu ada fee yang disepakati antara Mas Anas dan Mas Andy, yang disepakati Rp 500 miliar sekian. Penyerahan fee ada yang rupiah ada yang pakai dollar juga. Karena waktu itu Mas Anas lagi butuh dana Rp 20 miliar, makanya ada dana dalam bentuk rupiah. Kenapa saya tahu? Karena semua uang itu masuk ke bendahara, kan waktu itu saya sebagai bendahara," beber Nazar ketika ditanya soal aliran duit ke Anas.
Menurut kesaksian Nazarudin lagi, uang diserahkan kepada sekretarisnya, yakni Eva Ompita Soraya. Oleh Eva yang memang mengurus duit dari Nazarudin, uang digunakan untuk akomodasi hotel dan membiayai pertemuan-pertemuan terkait kongres partai besutan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
" Mas Anas terima dulu, baru diserahkan ke bendahara saat itu. Rp 20 miliar itu dibagi-bagi buat Mas Anas pas pencalonan ketua umum (Partai Demokrat), waktu itu saya serahkan uangnya ke staf saya, termasuk ke Eva ini, termasuk untuk bayar hotel dan lain-lain," ungkap Nazar.
Keterangan tersebut dibenarkan oleh Eva yang juga dihadirkan oleh jaksa sebagai saksi. Hanya saja Eva tidak tahu asal usul uang. Eva pun membuat dua catatan keuangan, catatan di komputer jika itu merupakan uang resmi dan satu catatan tulis tangan untuk aliran duit bawah tangan.
" Pokoknya uang dari Pak Nazar. Pak Nazar kalau bilang ditulis tolong dibukukan, ya saya bukukan," ujar Eva. (bin/kontan)