"Dari 8,82 persen pada tahun 2013, kemudian 7,19 persen tahun 2014 (yoy) 6,15 (yoy)pada tahun 2015 menjadi 3,26 persen tahun 2016," katanya seusai memberikan penjelasan terkait kegiatan Diseminasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Maluku periode Februari 2017 di Kantor BI Maluku, Kamis (30/3).
Hal ini merupakan capaian yang sangat baik sekali, lanjutnya dan diharapkan daya beli dari masyarakat Maluku juga meningkat.
"Patut kita apresiasi, sebab tingkat inflasi Maluku walaupun masih sedikit lebih tinggi dari nasional tetapi tingkat pertumbuhan ekonomi juga diatas nasional," katanya.
Pada tahun 2016, lanjutnya ekonomi Maluku tumbuh dari 5,48 persen (yoy) di tahun 2015 menjadi 5,79 persen (yoy) atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional 5,02 persen.
Dia mengatakan mudah-mudahan capaian yang sudah baik ini dipertahankan ke depan sehingga Maluku bisa tetap kompetitif dengan pertumbuhannya.
Dia menambahkan ada memang potensi resiko inflasi di tahun 2017, khususnya dari harga-harga yang diatur oleh pemerintah, seperti sudah dimulainya dicabut subsidi bahan bakar minyak (BBM), kemudian aliran listrik yang mencapai 900 KWH itu juga sudah dicabut subsidinya dan ini yang akan bangkit mempengaruhi kenaikan harga.
"Dengan demikian terjadi juga pada meningkatnya inflasi," ujarnya.
Dari kami sebagai tim pengendali inflasi daerah, lanjutnya akan tetap berusaha untuk mengendalikan dari komoditas-komoditas yang bisa dikendalikan di daerah, seperti harga-harga komoditas tumbuh-tumbuhan, misalnya cabai, bawang, itu semua akan diusahakan dengan dinas-dinas terkait dalam rangka ketahanan pangan.
Bambang mencontohkan, pemerintah sudah menggalakan gerakan tanam cabai, salah satunya dalam rangka membatasi kenaikan harga cabai yang sangat tinggi pada beberapa bulan belakangan ini. (MP-2)