"Tekanan inflasi secara nasional maupun Provinsi Maluku di tahun 2017 diperkirakan akan lebih besar dari tahun 2016," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku Wuryanto di Ambon, Rabu (11/1).
Disamping itu, lanjutnya, kebijakan harga pemerintah seperti kenaikan tarif listrik, bahan bakar minyak (BBM), cukai rokok, dan tarif pengurusan surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) juga berpotensi mendorong inflasi.
Sementara itu risiko inflasi pada awal tahun 2017 di Maluku terutama berasal dari komponen yaitu berkurangnya pasokan ikan segar dan sayuran akibat kondisi cuaca yang tidak menentu serta komponen kenaikan tarif parkir di Kota Ambon.
Wuryanto mengatakan, inflasi bulanan pada bulan Desember 2016 sebesar 0,63 persen (mtm), relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata historis.
"Secara keseluruhan tahun, inflasi Maluku pada tahun 2016 mencapai 3,25 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan sebelumnya yaitu 6,15 persen maupun rata-rata historis lima tahun terakhir sebesar 6,34 persen meskipun masih sedikit di atas inflasi nasional yang sebesar 3,02 persen," ujarnya.
Di Kota Ambon inflasi pada Desember 2016 terutama disumbang oleh komunitas angkutan udara, kangkung, bawang merah, labu siam dan tarif pulsa ponsel. Sementara di Kota Tual penymbang inflasi terbesar ikan cakalang, angkatan udara, ikan layang, ikan kembung dan telur ayam.
"Sepanjang tahun 2016, inflasi Kota Ambon mencapai 3,2 persen dan Kota Tual sebesar 2,97 persen. Lima komunitas dengan andil inflasi terbesar di Kota Ambon adalah lemon, akademi/perguruan tinggi, angkutan udara serta cabe merah dan bawang merah," katanya.
Karena itu kedepan, lanjutnya, pengendalian in flasi oleh tim pengendalian inflasi daerah (TPID) Maluku perlu terus ditingkatkan agar dapat mencapai sasaran inflasi nasional tahun 2017 sebesar 4,0 kurang lebih 1 persen.
"Perbaikan struktural akan tetap menjadi fokus program TPID. Untuk menjamin kontinuitas pasokan pangan ditengah risiko kondisi cuaca yang tidak menentu, diperlukan penguatan kelembagaan baik disis produsen maupun distribusi," ujarnya.
Sebagai contoh adalah implementasi kerja sama antara petani dan pedagang komoditas hortikultura, kerja sama antara nelayan dengan pengusaha, coldstorage dan pedagang ikan di pasar serta kerja sama perdagangan antara daerah, baik antar kota/kabupaten di Maluku maupun antar Maluku dengan daerah pemasok seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan untuk meredam dampak inflasi pada komponen seperti tarif listrik daN BBM , TPID perlu terus mendukung upaya PLN dalam menambah rasio elektrifikasi maupun upaya pertamina dalam memperluas jaringan distribusi BBM, sehingga menjamin meratanya ketersediaan maupun harga listrik dan BBM hingga ke daerah-daerah terpencil dan terluar di Maluku.
"Disamping itu koordinasi sinergi antara TPID Provinsi Maluku dengan TPID Kota dan Kabupaten terus ditingkatkan agar upaya pengendalian inflasi dapat berjalan lebih efektif. (MP-4)