"Pelaku dijerat dengan pasal 45 ayat 2 jo pasal 28 ayat tentang Undang-Undang ITE yakni diketahui menyebarluaskan informasi yang mengarah pada informasi bernuansa permusuhan terhadap suatu kelompok atau golongan," kata Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, AKBP Harold Huwae, di Ambon, Rabu (23/11).
Menurut dia, setelah dilakukan penyelidikan oleh tim penyidik cyber crime Ditreskrimsus Polda Maluku, pelaku terbukti melanggar undang-undang ITE.
"Pelaku ditetapkan pasal ITE karena bentuk penghinaan terhadap agama ditulis dalam akun sosial, bukan diucapkan secara langsung melalui perkataan sehingga arahnya bukan ke penistaan jika dilihat dari Undang- Undang ITE itu," ujarnya.
Kapolres menyatakan, sedikitnya tiga saksi telah diperiksa dalam kasus ini untuk memastikan pelaku terbukti melanggar UU ITE atau tidak.
Langkah selanjutnya tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku akan mendatangkan saksi ahli dari Kementerian Informasi (Kominfo) juga saksi ahli keagamaan.
"Penyelidikan saksi ahli penting karena akhir-akhir ini semakin banyak tindak kejahatan yang dilakukan melalui akun media sosial, sehingga perlu dilakukan penyelidikan lebih serius," tandasnya.
Dikauinya, ancaman hukuman diberikan sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni berdasarkan surat edaran dari Kapolri terkait penanganan ujaran kebencian atau hate speech nomor SE/06/X/2015.
"Surat edaran tersebut telah sebar ke kepala satuan wilayah kepolisian di seluruh Indonesia, karena itu kita akan menindaklanjuti edaran tersebut," ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpancing serta terprovokasi isu yang sengaja disebarluaskan oknum tertentu.
Aparat kepolisian telah mengamankan pelaku, karena itu masyarakat wajib membantu dengan menjaga stabilitas keamanan di kota Ambon.
"Masyarakat jangan mudah terpancing, mari bersama kita menjaga stabilitas keamanan karena masalah keamanan bukan hanya tanggung jawab kepolisian tetapi seluruh masyarakat," tandas Kapolres Harold.