"Dana BOS daerah dan nasional yang diselewengkan terdakwa dilakukan sejak tahun 2009 hingga tahun 2014," kata JPU Ajid Latuconsina dan Aser Orno di Ambon, Rabu ((9/11).
Penjelasan JPU disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon, dipimpin ketua majelis hakim Samsidar Nawawi dan didampingi R.A Didi Ismiatun serta Bernard Panjaitan selaku hakim anggota dengan agenda pembacaan surat dakwaan jaksa.
Menurut jaksa, pada tahun anggaran 2009 lalu sekolah tersebut mendapatkan bantuan dana BOS dari APBD provinsi sebesar Rp149 juta namun tidak seluruh anggaran itu dipakai sesuai peruntukannya dan sekitar Rp45 juta dipakai untuk kepentingan pribadi.
Kemudian pada tahun anggaran 2010, SMA Negeri 1 Seram Utara Timur Seti kembali mendapat kucuran dana BOS dari APBD Provinsi Maluku yang nilainya di atas Rp100 juta, tahun 2011 sebesar Rp138 juta, tahun 2012 senilai Rp138,8 juta, dan tahun 2013 senilai Rp126 juta.
Terhitung sejak tahun anggaran 2013 dan 2014, SMA Negeri 1 Seram Utara Timur Seti juga sudah mendapatkan kucuran dana BOS yang bersumber dari APBN.
"Rata-rata dana BOS yang dipakai terdakwa untuk kepentingan pribadi setiap tahunnya di atas Rp45 juta, namun yang bersangkutan membuat laporan pertanggungjawaban fiktif, baik untuk pembelian barang kebutuhan sekolah maupun biaya lainnya," kata jaksa.
Laporan pertanggungjawaban fiktif itu dilakukan terdakwa dengan cara meminta kuitansi atau nota pembelian barang yang kosong tetapi sudah dibubuhi cap seperti nota belanja dari Toko NN di Kota Ambon.
Dalam nota belanja ATK dari Toko Buku NN tertera nilai pembelian barang sebesar Rp28 juta tetapi nyatanya yang diterima pihak toko hanyalah Rp7 juta, kemudian kuitansi pembelian makanan dari Rumah Makan Pohon Cinta di Kobisonta, Kecamatan Seram Utara Timur sebesar Rp4 juta, namun pemilik rumah makan mengaku hanya menerima Rp2 juta.
Terdakwa juga menggunakan dana komite sekolah sebesar Rp18 juta untuk kepentingan pribadi, namun yang bersangkutan membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana itu dipakai untuk pembayaran honor guru tidak tetap bulan Oktober 2009 dan bersumber dari dana BOS.
Sehingga JPU menjerat terdakwa dengan pasal 2 juncto pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Dalam proses penyidikan, terdakwa telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp50 juta dan janjinya akan diberikan secara bertahap kepada penyidik.
Penasihat hukum terdakwa, Latief Lahane dan Samra menyatakan tidak melakukan eksepsi atas pembacaan dakwaan JPU sehingga majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. (MP-5)