Obama Bersedih
Terpilihnya Donald Trump dari Partai Republik sebagai Presiden Amerika Serikat merupakan tamparan keras bagi presiden petahana, Barack Obama. Kantor berita Agence France-Presse (AFP), Rabu (9/11/2016), dalam menanggapi kemenangan Trump dari Hillary Clinton, menyebutkan, Obama telah dipecundangi Trump dalam pemilu kali ini.
Pada tataran politik, kekalahan Hillary dari kubu Demokrat, seperti halnya Obama, merupakan kemunduran Obama yang telah berkampanye bagi mantan Menteri Luar Negerinya itu.
Obama telah bepergian ke seluruh negeri dan mengeluarkan semua pesona dan energi karismatiknya untuk mendukung Hillary, yang diharapkan menjadi presiden perempuan pertama AS.
Keberhasilan dan kegembiraan taipan real estat terkemuka AS itu merupakan pukulan pribadi yang menohok dan menyedihkan Obama. Demikian tulis AFP.
Tampaknya, Presiden AS itu, yang maju dengan penuh optimisme dan ketenangannya, ternyata gagal memengaruhi para pemilih AS.
Ternyata, warga AS tidak takut dan khawatir terhadap kepemimpinan Trump, yang selama ini tampil kontroversial karena berbagai rencana, antara lain mau mengusir dan membatasi imigran Muslim.
Memang, tampaknya Obama telah gagal untuk merebut perhatian rakyat Amerika.
Dalam jangka pendek, Obama, yang tampak masih tetap disukai publik AS menjelang ia akan mengakhiri masa jabatan delapan tahunnya pada Januari 2017, mungkin bertanya, warisan apa yang bakal dia tinggalkan untuk pemerintahan Trump.
Trump telah berjanji untuk merombak banyak inisiatif yang diteken Obama, seperti asuransi kesehatan terjangkau dan menjamin akses layanan medis bagi belasan juta penduduk miskin AS.
Juga soal perang melawan perubahan iklim, efek rumah kaca, dan perjanjian iklim Paris, Perancis, atau soal pembatasan jejak karbon perusahaan-perusahaan di dalam negeri.
Diperkirakan juga soal kesepakatan perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Obama pernah mengatakan, seperti dilaporkan Agence France-Presse, Trump adalah bahaya bagi demokrasi.
" Kita tidak dapat mendukung pria tersebut. Tidak dapat melakukan itu," kata Obama saat ia berada di Las Vegas beberapa hari lalu.
Presiden AS Barack Obama, Agustus lalu, melontarkan serangan terkerasnya kepada calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump.
Obama menyebut Trump tak layak menjadi presiden dan menyerukan agar para pemimpin Partai Republik agar "tak mengakui" Trump sebagai bagian dari mereka.
" Dia terus membuktikan itu (tak layak menjadi presiden)," kata Obama.
Dalam beberapa hari belakangan ini, Trump terus meluncurkan pernyataan kontroversial tentang Muslim, bayi, pemadam kebakaran, hingga militer.
Namun, setelah kemenangan Trump, Obama juga langsung menyampaikan ucapan selamat kepada Trump.
Palestina Pesimis
Presiden Palestina Mahmud Abbas, Rabu (9/11/2016), menyerukan agar presiden terpilih AS Donald Trump bekerja lebih keras untuk mewujudkan sebuah negara Palestina merdeka.
" Kami siap untuk melakukan kesepakatan dengan presiden terpilih dengan basis tetap solusi dua negara dan membentuk negara Palestina berdasarkan perbatasan 1967," kata juru bicara kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeina.
Namun, pernyataan berbeda keluar dari kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza. Hamas mengatakan, pihaknya tak berharap banyak adanya perubahan kebijakan AS terhadap Palestina.
" Rakyat Palestina yakin tak akan ada banyak perubahan kebijakan AS terhadap Palestina di bawah kebijakan presiden baru," kata juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri.
"Kebijakan AS terhadap Palestina tetap menggunakan dasar yang bias," kata Abu Zuhri.
"Meski demikian, kami berharap presiden baru AS ini akan mengevaluasi kebijakan ini dan seimbang dalam menghadapi isu Palestina," kata Abu Zuhri.
[ bmw / Afp/cnn /