Uang Logam Tidak Berlaku Penyebab Tingginya Inflasi Di MTB

Saumlaki, Malukupost.com - Tidak berlakunya uang logam sejak beberapa tahun belakangan ini di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) menyebabkan tingginya inflasi di daerah itu. "Hal ini juga yang menjadi salah satu faktor terjadinya kemiskinan di MTB maupun di wilayah Maluku bagian tenggara raya," kata Bupati MTB Bitsael S.Temar, dalam sambutannya yang dibacakan Asisten II bidang ekonomi, Donny Makatita, pada acara Gerakan Peduli Koin Nasional yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku di Kota Saumlaki, Sabtu (24/9). Menurut Bitsael, selain inflasi dan kemiskinan yang tinggi, daya masyarakat untuk menabung pun lemah. Pendidikan menabung yang dimulai sejak dini pada anak-anak sudah tidak berjalan dengan baik, bahkan anak-anak cenderung sudah tidak mengenal uang logam sebagai alat pembayaran yang sah. "Persoalan ini sebuah kesalahan yang fatal, dan terjadi penyangkalan rupiah saat ini di MTB," kata bupati. Karena itu, lanjutnya, kegiatan peduli koin ini sangat penting guna menindaklanjuti persoalan yang terjadi agar keseimbangan dalam transaksi perdagangan dapat terwujud dan dapat membantu masyarakat untuk mempergunakan uangnya tanpa adalagi praktek penolakan rupiah berupa logam mulai dari pecahan Rp100, Rp200, Rp500 bahkan Rp1.000. "Di samping itu juga sangat diperlukan dukungan baik dari berbagai pihak seperti dunia perbankan, Pemda setempat, DPRD setempat, Kepolisian dan para pelaku usaha maupun masyarakat untuk terus berperan aktif agar mau mempergunakan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah," ujarnya. Joseph Afaratus pemilik toko Erin yang dikonfirmasi saat melakukan penukaran uang logam mengatakan, sebenarnya masyarakat bukan tidak lagi mempergunakan uang logam tetapi lebih mementingkan uang kertas," ujarnya. Karena itu, lanjutnya, kami para pengusaha juga sangat sulit sebab ketika terjadi transaksi jual beli dan pada saat memberikan uang kembali berupa uang logam mereka membuat alasan bahwa cepat hilang, uang logam berat dan segala macam alasan yang dibuat. "Sebenarnya pemahaman seperti ini yang salah, tetapi kami berterimakasih kepada BI Indonesia perwakilan Maluku bisa datang di MTB dan kehadiran Pemda setempat guna menjelaskan kepada masyarakat lewat gerakan peduli koin sehingga segala sesuatu yang diinginkan negara kesatuan Indonesia berupa pembayaran dengan mempergunakan uang logam juga sah," ujarnya. Terimhkasih sekali, kami bangga apa yang dibuat BI di MTB, lanjutnya, sebab mata uang logam jangankan Rp500 maupun Rp1000 sudah sangat sulit untuk masyarakat di daerah ini mempergunakannya. Joseph mencontohkan barang yang dibeli seperti mie instan yang harganya Rp2.500/bungkus karena tidak ada Rp500 akhirnya dinaikkan menjadi Rp3.000, kecuali yang bersangkutan membeli dua bungkus maka harganya Rp5.000, ada juga yang mengembalikan dengan memberikan permen walaupun itu bertentangan dengan aturan hukum tetapi apa boleh buat karena ulah masyarakat juga. (MP-3)
Saumlaki, Malukupost.com - Tidak berlakunya uang logam sejak beberapa tahun belakangan ini di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) menyebabkan tingginya inflasi di daerah itu.

"Hal ini juga yang menjadi salah satu faktor terjadinya kemiskinan di MTB maupun di wilayah Maluku bagian tenggara raya," kata Bupati MTB Bitsael S.Temar, dalam sambutannya yang dibacakan Asisten II bidang ekonomi, Donny Makatita, pada acara Gerakan Peduli Koin Nasional yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku di Kota Saumlaki, Sabtu (24/9).

Menurut Bitsael, selain inflasi dan kemiskinan yang tinggi, daya masyarakat untuk menabung pun lemah.

Pendidikan menabung yang dimulai sejak dini pada anak-anak sudah tidak berjalan dengan baik, bahkan anak-anak cenderung sudah tidak mengenal uang logam sebagai alat pembayaran yang sah.

"Persoalan ini sebuah kesalahan yang fatal, dan terjadi penyangkalan rupiah saat ini di MTB," kata bupati.

Karena itu, lanjutnya, kegiatan peduli koin ini sangat penting guna menindaklanjuti persoalan yang terjadi agar keseimbangan dalam transaksi perdagangan dapat terwujud dan dapat membantu masyarakat untuk mempergunakan uangnya tanpa adalagi praktek penolakan rupiah berupa logam mulai dari pecahan Rp100, Rp200, Rp500 bahkan Rp1.000.

"Di samping itu juga sangat diperlukan dukungan baik dari berbagai pihak seperti dunia perbankan, Pemda setempat, DPRD setempat, Kepolisian dan para pelaku usaha maupun masyarakat untuk terus berperan aktif agar mau mempergunakan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah," ujarnya.

Joseph Afaratus pemilik toko Erin yang dikonfirmasi saat melakukan penukaran uang logam mengatakan, sebenarnya masyarakat bukan tidak lagi mempergunakan uang logam tetapi lebih mementingkan uang kertas," ujarnya.

Karena itu, lanjutnya, kami para pengusaha juga sangat sulit sebab ketika terjadi transaksi jual beli dan pada saat memberikan uang kembali berupa uang logam mereka membuat alasan bahwa cepat hilang, uang logam berat dan segala macam alasan yang dibuat.

"Sebenarnya pemahaman seperti ini yang salah, tetapi kami berterimakasih kepada BI Indonesia perwakilan Maluku bisa datang di MTB dan kehadiran Pemda setempat guna menjelaskan kepada masyarakat lewat gerakan peduli koin sehingga segala sesuatu yang diinginkan negara kesatuan Indonesia berupa pembayaran dengan mempergunakan uang logam juga sah," ujarnya.

Terimhkasih sekali, kami bangga apa yang dibuat BI di MTB, lanjutnya, sebab mata uang logam jangankan Rp500 maupun Rp1000 sudah sangat sulit untuk masyarakat di daerah ini mempergunakannya.

Joseph mencontohkan barang yang dibeli seperti mie instan yang harganya Rp2.500/bungkus karena tidak ada Rp500 akhirnya dinaikkan menjadi Rp3.000, kecuali yang bersangkutan membeli dua bungkus maka harganya Rp5.000, ada juga yang mengembalikan dengan memberikan permen walaupun itu bertentangan dengan aturan hukum tetapi apa boleh buat karena ulah masyarakat juga. (MP-3)

Subscribe to receive free email updates: