OPINI: Skripsi yang Diabaikan

OPINI: Skripsi yang Diabaikan
Syamsul Alim Bahri
Mahasiswa merupakan generasi muda yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa. Generasi muda yang memiliki tanggung jawab historis untuk mempersiapkan diri untuk masa depan bangsa. Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan.

Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Nah, kehidupan sebagai mahasiswa biasanya diawali dengan kebahagiaan, menderita di ujung jalan, dan akan berakhir dengan kebahagian lagi saat lulus.

Ketika sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir, semua kebahagiaan akan mengalami pendiferensiasian. Badai pasti berlalu, begitu juga dengan skripsi pasti berlalu. Terlalu banyak suka dan duka mahasiswa tingkat akhir dengan berbagai kesibukan menyelesaikan skripsi, bahkan menjadi cambuk bagi mereka jika skripsi tidak kelar.

Skripsi merupakan pengejawantahan pemikiran kompleks seorang mahasiswa yang dituangkan dalam suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana. Tapi, bagaimana jika hasil pemikiran tersebut dihilangkan bahkan dibuang begitu saja.

Tidak ada penghargaan yang lebih dari birokrasi kampus untuk mahasiswa. Bukan hanya itu, karya ilmiah tersebut itu sebagai implementasi dari tri darma perguruan tinggi, khusunya dalam bidang pendidikan dan pengembangan. Ini lucu untuk didengar dalam kalangan mahasiswa.

Terlalu banyak beban dan tanggung jawab yang diberikan kepada mahasiswa khususnya dalam bidang penelitian, mahasiswa dituntut untuk selalu melakukan penelitian dan pengembangan untuk dipublikasikan. Tapi, lihat saja tuntutan tersebut salah satunya dituangkan dalam penyelesain tugas akhir, tapi karya mereka tidak dihargai.

Lucu sih dunia kampus ini, birokrasi kampus yang hanya menggugurkan tanggung jawab semata. Bukannya karya mereka diarsip dan ditata rapi dalam ruangan yang elok, malah dihamburkan begitu saja. Alasannya mulai dari ruangan yang sudah penuh, skripsi yang sudah "statis" dibuang.

Entah, mungkin birokrasi yang sudah mulai bermalas-malasan untuk mengurusi karya mahasiswanya. Pantas, terlalu banyak plagiator dari kalangan mahasiswa dan dosen. Mungkin salah satu penyebabnya dari skripsi yang mereka anggap tak berguna dibuang oleh birokrasi kampus dan ditiru oleh orang yang mendapatkannya.

Teknologi semakin canggih dan birokrasi pun semakin canggih menggunakan pola pikir mereka yang tidak terarah bagai besaran skalar yang hanya memiliki besar tapi tidak memiliki arah untuk masa depan kampusnya.

Berbagai universitas berlomba-lomba dalam hal akreditasi kampus, dan salah satu faktor paling penting adalah masalah penelitian di kampus tersebut. Skripsi adalah salah satunya. Mereka menginginkan kampus yang lebih baik dan elegan tapi hasil karya mahasiswa, khususnya skripsi diabaikan dan dibuang begitu saja.

Seharusnya pihak kampus wajib menyimpan hasil karya skripsi dan tugas akhir para mahasiswanya. Jika memang di kampus memiliki keterbatasan tempat untuk menyimpan skripsiskripsi tersebut, dikemanakan dana kampus saat ini, kenapa tidak digunakan untuk membuat suatu ruang lagi khusus pengarsipan skripsi.

Pihak kampus sewajarnya menyimpan dokumen berupa berkas file (soft copy) di komputer dan juga hard copy skripsi tersebut tetap dipertahankan untuk referensi bagi peneliti generasi selanjutnya. Tapi, skripsi tersebut harus dihanguskan/dimusnahkan, bukan malah dibuang. Jikalau dibuang kan bisa dijiplak orang nantinya, sehingga menyebabkan plagiator berkeliaran dimana-mana.

Jika memang untuk memudahkan pengelolaan arsip skripsi dalam bentuk soft copy, kenapa pihak kampus sampai hari ini masih menerapkan kebijakan penyusunan skripsi dalam bentuk hard copy? Yang menghabiskan ratusan kertas dan pada akhirnya dibuang, tidakkah itu mubazir? Birokrasi yang dulu tak sama lagi dengan sekarang, terlalu banyak pendiferensiasian kewajiban mereka sebagai pihak universitas. Itulah dunia kampus saat ini, aneh tapi nyata.

Ingatlah pengorbanan seorang mahasiswa yang menggarap skripsi sebagai hasil pemikiran mereka selama berada dalam kampus. Mereka hanya butuh penghargaan dan berbagi ilmu dari hasil penelitian mereka. Karya mereka bukan sebagai pengguguran kewajiban jenjang pendidikan S1, bukan untuk dibuang dan dihamburkan. Banyak arti dari karya tulis mereka.

Karena kehidupan mahasiswa bagai skripsi, banyak bab dan revisi yang harus dilewati. tetapi selalu berakhir indah, bagi mereka yang pantang menyerah. Albert Einstein pernah berkata, “Education is not learning of fact, but the training of the mind to think (Pendidikan bukanlah pembelajaran tentang fakta, tetapi latihan otak untuk berpikir)”. Maka, hargai hasil pemikiran mahasiswa sebagai seorang idealis dan penerus bangsa di masa depan.


PENULIS : SYAMSUL ALIM BAHRI
Alumni FMIPA UNM Makassar
Pernah Menjabat sebagai Demisioner Komisi 2 MAPERWA FMIPA UNM 2015/2016
Kader LAMAPATUNRU 


EDITOR : RISWAN 
COPYRIGHT © BONEPOS 2016

Subscribe to receive free email updates: